Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

14 Desember 2018   13:02 Diperbarui: 14 Desember 2018   13:13 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab X

Bidadari tak akan pernah berhenti
Mencari tangga bianglala agar sampai ke bumi
Pencariannya adalah pencarian mimpi
Mengalir tiada henti.
Agar tertidur bukan lagi hanya pejamkan mata
Atau sekedar mengistirahatkan raga
Karena sang bidadari tak akan pernah lupa
Memberi mimpi indah tanpa jeda di dalamnya


Bab XI

Ibukota Kerajaan Galuh Pakuan. Beberapa purnama setelah peristiwa menggemparkan di Ranu Kumbolo,  Dewi Mulia Ratri kembali ke ibukota kerajaan untuk memulai tugas barunya.  Memimpin pasukan khusus pengawal Raja.  Panglima Candraloka telah menyeleksi ribuan orang sebagai calon pengawal khusus Raja dan keluarga kerajaan yang nantinya akan menjadi anak buah Dewi Mulia Ratri dan Putri Anjani.  Ribuan orang terpilih ini didatangkan dari ratusan padepokan yang tersebar di wilayah kerajaan.  Bahkan banyak juga perorangan yang ikut terpilih dengan pertimbangan kesetiaannya pada kerajaan dan kemampuan kanuragan yang memadai.

Hari ini adalah saat pemilihan anggota pengawal itu.  Dewi Mulia Ratri sejak pagi telah berada di alun alun istana.  Dia berharap sang pangeran pujaan hadir di sini.  Sudah lama dia tidak berjumpa dengan Andika Sinatria.  Dia terlalu sibuk memperdalam kitab ajaib Ranu Kumbolo di padepokannya di bawah bimbingan Ki Biantara dan ayahnya.  

Perkembangannya sangat pesat.  Kitab itu benar benar ajaib.  Jika ada orang yang berusaha membuka dan membacanya selain dia, halaman halaman kitab itu hanyalah kertas kosong yang sama sekali tidak bermakna.  Namun jika Dewi Mulia Ratri yang membukanya, maka halaman halaman itu terisi penuh dengan ilmu ilmu hebat tentang sihir tingkat tinggi yang sangat langka.  Oleh karena itu, Ki Biantara dan Pendekar Sanggabuana hanya bisa memberikan petunjuk petunjuk kecil saja.  Selebihnya, Dewi Mulia Ratri harus menterjemahkan sendiri apa yang dimaksud dalam kitab itu.

Dua ilmu sihir luar biasa yang diajarkan dalam kitab Ranu Kumbolo adalah Ajian Mancala Sakti dan Ilmu Menaklukkan Roh.  Mancala Sakti bisa merubah wujud si empunya ilmu menjadi apa saja yang dikehendakinya.  Sedangkan Ilmu Menaklukkan Roh adalah ilmu sakti yang berguna untuk menangkal segala bentuk lelembut, teluh dan ilmu hitam jadi jadian.  

Perkembangan ilmu sihir Dewi Mulia Ratri meningkat sangat pesat.  Selain memperdalam ilmu sihir luar biasa itu, Dewi Mulia Ratri tidak lupa untuk mengasah dan mempertinggi tingkat ilmu kanuragan yang diajarkan oleh ayahnya dan Ki Biantara.  Tidak heran jika di usia yang masih muda itu, Dewi Mulia Ratri telah menjelma menjadi sosok pendekar wanita yang luar biasa.  Menguasai ilmu kanuragan warisan Sanggabuana, ilmu silat Pena Menggores Langit dan kini ditambah lagi Ilmu sihir ajaib yang sakti dan langka.

Sebagai kepala pengawal Raja , secara rutin utusan kerajaan selalu datang memberikan perkembangan terbaru untuk Dewi Mulia Ratri.  Di sela sela latihannya yang menguras tenaga, Dewi Mulia Ratri menyempatkan untuk mengerjakan tugas tugas kerajaan tersebut.  Dia mendengar bahwa Putri Anjani juga sudah menjalankan tugasnya sebagai kepala pengawal keluarga kerajaan.  

Satu hal yang sama sekali tidak dimengerti oleh Dewi Mulia Ratri adalah mengapa pihak istana Galuh Pakuan sama sekali tidak mempermasalahkan latar belakang Putri Anjani yang merupakan putri dari Laksamana Utara, seorang tokoh tinggi Sayap Sima.  Pasukan khusus kerajaan Majapahit.

Dewi Mulia Ratri tidak tahu bahwa sebenarnya Laksamana Utara adalah seorang tokoh berpengaruh yang pintar memanfaatkan situasi.  Dia berkirim surat kepada Panglima Candraloka, meyakinkan bahwa istana laut utara berada di pihak Galuh Pakuan jika terjadi ontran ontran dengan Majapahit. Karena itu dia mengirim putri semata wayangnya untuk mengabdi kepada Galuh Pakuan. 

Dewi Mulia Ratri sudah sepenuhnya menamatkan pelajaran di kitab sakti Ranu Kumbolo.  Hanya pendalaman dan penguasaan saja yang masih harus dilakukannya.  Namun demi negara, dia akan mulai melaksanakan tugasnya.  Dan tibalah saatnya hari ini.  Saat dimulainya pemilihan pasukan khusus pengawal kerajaan.

Alun alun itu penuh dengan orang orang.  Baik orang orang yang ikut pemilihan maupun orang orang yang hanya sekedar datang menonton.  Sebuah pembatas didirikan mengelilingi tiga buah panggung.  Panggung panggung itulah nanti yang akan dijadikan tempat seleksi.  

Para peserta akan diminta untuk menunjukkan kebolehannya.  Siapa yang telah dinyatakan lolos dari uji kebolehan di panggung akan bergeser ke sebelah kiri lapangan.  Di sana telah dibangun tempat untuk menguji yang sesungguhnya.  Tempat ujian itu terdiri dari beberapa macam halang rintang, ketangkasan dan kekuatan.  

Terakhir, bagi para calon pengawal raja yang lolos, peserta harus melalui sebuah ruang yang dibangun khusus oleh Dewi Mulia Ratri.  Ruangan itu adalah sebuah ruangan sihir untuk menguji seberapa jauh mental para calon pengawal bisa bertahan terhadap godaan dan ketakutan.

Di dalam sebuah pertemuan yang diikuti oleh Raja Linggabuana, Putri Dyah Pitaloka, Ki Mandara, Panglima Candraloka, Andika Sinatria, Dewi Mulia Ratri, dan Putri Anjani, terjadi perdebatan hebat saat Dewi Mulia Ratri mengusulkan ruang uji mental tersebut.  Siapa lagi jika bukan Putri Anjani yang mendebatnya.  Putri Laut Utara itu mempertanyakan perlunya ujian yang aneh itu.  Dia berpendapat bahwa ujian itu sia sia.  Dia yakin tidak akan banyak orang yang akan lolos dari tes sihir itu.  Sehingga ditakutkan mereka akan kekurangan orang yang akan menjadi pengawal khusus kerajaan.

Karena perdebatan itu sangat sengit bahkan hampir menjurus pada perkelahian, Raja Linggabuana dengan bijak memutuskan agar ruang uji tersebut diuji coba terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana kegunaannya.  

Dewi Mulia Ratri menyuruh beberapa tukang bangunan membangun ruang uji tersebut dan kemudian mengisinya dengan kekuatan sihir.  Saat uji coba dilakukan pada beberapa orang pengawal istana, dari 10 orang yang diuji 8 lolos ujian.  Sedangkan 2 yang tidak lolos, menyerah pada ketakutan yang diciptakan Dewi Mulia Ratri berupa kemunculan genderuwo dan kuntilanak di dalam ruang tersebut.  

Melihat ternyata ruang itu tidaklah seperti yang dibayangkan oleh Putri Anjani, Raja Linggabuana memutuskan bahwa ujian pada ruang itu bisa dilaksanakan.  Meskipun dengan bersungut sungut, Putri Anjani mau tidak mau harus menerima keputusan itu.  Raja telah bertitah.  Tidak mungkin dia membantahnya.  Hanya saja kebenciannya pada Dewi Mulia Ratri semakin mendalam saja.

Dan dia menemukan sekutu!  Ketika persiapan terakhir sedang dilakukan, saat dia dengan cemberut sedang menyaksikan para tukang bekerja di sore hari.  Seorang pemuda tampan mendatanginya. 

"Wilujeng sonten putri yang cantik.  Kenapa cemberut di sore yang indah ini?" sapa pemuda itu dengan lembut.

Hampir saja Putri Anjani naik pitam.  Dia sudah membuka mulut untuk menyemprot pemuda tengil itu saat diperhatikannya wajah itu adalah wajah adik tiri Andika Sinatria. Dia berdiri dan memberi hormat dengan gaya berlebihan untuk balas mengejek.

"Pangeran Bunga...sungguh aku tidak menduga mendapatkan kehormatan disapa oleh pewaris tahta nomor lima kerajaan megah ini."

Pangeran Bunga sepertinya tidak terpengaruh dengan ejekan ini.  Dia balas memberi hormat dan tersenyum lebar.

"Putri Anjani...kau tidak menduga aku menyapamu.  Aku sendiri tidak menduga ternyata kau begini manis jelita setelah dilihat dari dekat.  Hilang semua jelaga di hatiku.  Ketika melihat api yang menyala di matamu."

Putri Anjani terbelalak mendengar rangkaian kalimat pangeran tampan itu.  Hmmm...dia harus hati hati.  Pangeran ini pintar merayu wanita.  Aku tidak boleh terjebak pada mulut manisnya.  Sebelum dia sempat berpikir harus berkata apa, tahu tahu Pangeran Bunga telah duduk di sampingnya.

"Putri Anjani...boleh aku memanggilmu mawar pagi?  Bunga yang paling kukagumi sejak dulu."

"Hmmm...terimakasih pangeran.  Tapi pangeran boleh panggil aku Anjani atau Putri.  Mawar pagi bukan namaku." Jawab Putri Anjani dingin.

Pangeran Bunga tidak menyerah begitu saja,

"Tahukah kamu mawar pagi?  Aku sangat membenci Dewi Mulia Ratri.  Gadis sombong yang sering mempermainkan aku dulu di Padepokan Sanggabuana.  Aku juga tahu bahwa kamu membencinya.  Kenapa kita tidak berteman saja dan aku akan membantumu menyingkirkan dia agar tidak bisa dekat dengan paduka Andika Sinatria?"

Putri Anjani beranjak dari tempat duduknya,

"Pangeran, aku memang membencinya.  Tapi aku tidak mau cara cara kotor untuk memperebutkan cinta.  Biarlah Pangeran Andika Sinatria yang memutuskan siapa di antara kami yang dicintainya."

Pangeran Bunga rupanya bukan pemuda yang gampang menyerah.  Dia menarik tangan Putri Anjani yang sedang melangkah pergi.  Mencoba memeluknya dengan lembut.  Putri Anjani menggelegak amarahnya.  Ditepiskannya tangan nakal Pangeran Bunga dengan kasar.  Kalau tidak ingat pangeran ini adalah keluarga kerajaan.  Sudah ditampar atau dihajarnya.  Dia menahan gejolak kemarahan di hatinya.

"Pangeran! Meskipun pangeran adalah keluarga kerajaan, tapi kekurangajaran ini bisa membuat pangeran babak belur.  Paduka Raja pasti tidak akan keberatan jika saya menghajar putranya yang bertindak lancang kepada perempuan!"

Pangeran Bunga melangkah mundur mendengar ancaman ini.  Dia tidak takut pada gadis manis ini.  Tapi lebih takut pada ancaman dilaporkan kepada ayahnya.

"Baiklah mawar pagi.  Mungkin hari ini aku gagal membawamu dalam pelukanku.  Tapi percayalah...aku tidak akan menyerah.  Lain hari, kamu pasti akan memohon mohon agar aku memelukmu."

Dengan penuh percaya diri pangeran ini berucap penuh kesombongan.  Kemudian pergi dari tempat itu dengan bersungut sungut.  Putri Anjani yang sedang dalam amarah, melontarkan senyuman mengejek mengiringi kepergian Pangeran Bunga.  Dia benci sekali kepada Dewi Mulia Ratri, namun dia tidak sudi merendahkan diri bersekutu dengan pangeran cabul itu.  Yang penting dia tahu bahwa ternyata ada juga orang yang membenci Dewi Mulia Ratri sedalam dirinya.

Kembali ke hari pemilihan.  Sudah ratusan orang yang menjalani ujian.  Namun hanya separuhnya yang sanggup sampai ujian yang terakhir.  Dewi Mulia Ratri dan Putri Anjani mengamati semua orang dengan teliti.  Mereka tidak ingin salah memilih orang.  Dan tentu saja, mereka tidak ingin didahului yang lain dalam memilih.  

Ketika pemilihan memasuki waktu tengah hari, pangeran yang dinanti nanti oleh mereka berdua muncul.  Kontan saja dua gadis cantik ini teralihkan perhatiannya.  Sang pangeran memang benar benar tampan dan gagah bukan main.  Apalagi kali ini dia mengenakan baju seragam pengawal Kujang Emas.  Dua gadis ini terbengong bengong.  Hanya bedanya, jika Dewi Mulia Ratri cepat cepat melengos ketika bertemu pandang, maka Putri Anjani berani balik menatap...dengan sangat mesra!

Andika Sinatria mengambil posisi di tengah tengah mereka.  Wajahnya yang tampan bersemu merah saat kedua gadis ini sering mencuri pandang ke arahnya.  Jantungnya berdebar debar.  Dua gadis berilmu tinggi dan sama sama cantik jelita ini kelihatannya menaruh hati kepadanya.  Dia tidak akan sukar untuk mengatakan yang mana di antara mereka yang telah menjatuhkan hatinya.  Namun sangat sukar baginya untuk menyampaikan secara langsung karena dia tidak mau gadis satunya menjadi patah hati.  Dan dia tidak mau itu terjadi.  

Kerajaan sangat membutuhkan mereka berdua.  Dia sanggup mengorbankan hati dan jiwanya untuk kerajaan.  Sehingga dia tidak akan ragu ragu untuk tidak akan memilih satu di antara mereka jika itu memang harus terjadi.

Mendekati petang, pemilihan hari pertama hampir usai.  Tinggal beberapa ratus saja yang masih belum menjalani ujian.  Lima ratus orang telah terpilih.  Tiga ratus orang dipilih oleh Putri Anjani dan dua ratus orang dipilih oleh Dewi Mulia Ratri.  Andika Sinatria juga ikut membantu dua gadis itu memilih dengan memberikan saran saran.  

Bagi para calon yang sudah terpilih, langsung ditempatkan di rumah rumah dan barak yang memang sudah dipersiapkan oleh kerajaan.  Karena mereka adalah pengawal istana, tentu saja rumah dan barak itu tidak jauh dari istana. 

Dan hari pun berakhir.  Alun alun itu kembali sepi.  Petang datang dengan terburu buru.  Bulan yang sedang kesepian mulai mengintip di para-para langit.  Suara burung malam berhasil memecah kesunyian.  Memberikan pertanda kepada semua orang agar menutup pintu rumah dan bersiap siap membangun mimpi. 

Dewi Mulia Ratri sedang berada di kamarnya.  Berlatih menyempurnakan ilmu sihir sakti dari kitab Ranu Kumbolo.  Dia memperoleh informasi terbaru bahwa Majapahit sekarang sedang memperkuat pasukan Sayap Sima dengan mengundang tokoh tokoh sakti di pulau jawa dengan cara menawarkan kedudukan tinggi.  

Dia harus semangat.  Keadaan semakin genting saja sekarang.  Tokoh tokoh sakti Kerajaan Majapahit sangat banyak dan semuanya lihai.  Bahkan ada kabar bahwa dua tokoh kembar sakti namun aneh dari Gunung Muria yang dijuluki Dua Siluman Lembah Muria telah bergabung.  Disusul oleh kemunculan lagi tokoh lama yang sudah puluhan tahun tidak pernah muncul lagi di dunia persilatan dan sekarang sekarang sering terlihat di ibukota Majapahit,  Ki Maesa Amuk.  Tokoh yang satu ini dulu begitu terkenal di kalangan aliran putih sebagai pembela kebenaran yang punya sifat sangat berangasan dan juga sakti.  

Dewi Mulia Ratri menyadari bahwa di antara para tokoh Majapahit banyak juga yang mempunyai kemampuan mumpuni di bidang sihir.  Satu yang paling terkenal dan paling misterius adalah Ki Bledug Awu Awu.  

Tokoh satu ini memang jarang muncul karena selalu tinggal di dalam istana.  Menjaga sang raja dan keluarganya dari serangan ilmu hitam, sihir dan teluh.  Orang hanya mendengar dari cerita ke cerita bahwa saking saktinya dalam hal ilmu sihir,  tokoh satu ini sanggup menghilang.  Oleh sebab itu, Dewi Mulia Ratri benar benar giat berlatih.  Jika dia bisa menyempurnakan semua yang diajarkan oleh kitab sakti Ranu Kumbolo,  maka dia yakin bisa mengalahkan tokoh tokoh besar ilmu sihir itu.  Atau paling tidak mengimbanginya.

Keesokan harinya, pagi yang sangat cerah.  Hari ini pemilihan ditunda karena raja akan menghadapi pertemuan penting.  Dewi Mulia Ratri merasakan semangat yang luar biasa.  Para pelayan istana berbisik bisik bahwa hari ini ada tamu dari jauh akan menghadap raja.  Utusan Andika Sinatria juga telah menemuinya.  Dia diminta untuk mendampingi raja dalam pertemuan tersebut.  Inilah tugas pertamanya sebagai Kepala Pengawal Kujang Emas. Selalu mendampingi raja dimanapun berada. 

Setelah latihan nafas dan bersamadi sebentar, Dewi Mulia Ratri mandi membersihkan diri.  Kemudian berdandan seadanya karena dia memang bukan gadis pesolek.  Tapi dia teringat sesuatu.  Kembali ke depan cermin.  Mematut matut rambut dan dandanannya secantik mungkin.  Dia tetap memilih baju yang ringkas namun dengan warna merah cerah.  

Dia sebenarnya lebih suka mengenakan baju berwarna putih.  Hampir semua pakaiannya berwarna putih.  Tapi hari ini adalah tugas pertamanya sebagai pengawal raja.  Dia tidak ingin tampil seadanya di hari pertama bertugas.  Apalagi pangeran tampan itu pasti hadir di pertemuan. Dia tidak boleh kalah dengan gadis laut itu dalam hal penampilan di depan sang pangeran.

Hah??  Dewi Mulia Ratri membatin dengan terperangah.  Kenapa dia sekarang sangat peduli dengan cara berpakaian?  Dan kenapa pula dia selalu berpikir tentang persaingan?  Memangnya sang pangeran hanya tersedia untuk mereka berdua saja?  Siapa tahu dia sudah dijodohkan dengan seorang putri? Siapa tahu ternyata dia tidak peduli kepadaku?  

Pemikiran yang terakhir hampir membuat Dewi Mulia Ratri  melepas bajunya untuk diganti dengan baju lain yang seperti biasa.  Tapi dia mengedikkan kepalanya.  Hatinya melarang untuk menyerah.  Selama ini dia memang cukup pongah terhadap yang namanya cinta.  Tapi kali ini cinta telah menaklukkannya dengan cukup telak.  Dia tidak akan menyerah untuk merebut perhatian dan cinta pangeran yang luar biasa itu.

Balairung istana yang luas namun terkesan sederhana itu sudah dipenuhi orang ketika Dewi Mulia Ratri memasuki ruangan.  Di sebelah kanan, duduk berjajar para pejabat kerajaan Galuh Pakuan.  Di sebelah kiri, terlihat rombongan dengan berbaju warna warni dari Kerajaan Blambangan.  Raja Linggabuana belum tiba di singgasana.  Pasukan pengawal Kujang Emas berjaga di semua sudut dan sisi, di dalam maupun luar ruangan. 

Dewi Mulia Ratri duduk di tempat yang telah disediakan.  Dia adalah kepala pengawal Raja, sehingga duduknya pun tidak jauh dari singgasana.  Di sebelah kirinya terdapat sebuah kursi kosong dan di sebelahnya lagi duduklah Andika Sinatria.  Dewi Mulia Ratri menyapa pangeran itu dengan anggukan kepala.  

Dia tidak sanggup berkata kata.  Hanya matanya yang saja yang terlihat seperti kelinci sedang ketakutan dan pipi yang memerah tanpa sengaja. Aaaahh andai saja aku tidak pemalu seperti ini? Andai saja sang pangeran tahu apa isi hatinya?  Andai dia bisa duduk di sebelah pengeran tampan itu? 

Lamunannya pecah ketika dilihatnya seseorang tiba tiba duduk begitu saja di bangku kosong sebelahnya.  Hati Dewi Mulia Ratri mendadak panas bukan main.  Putri cumi cumi itu seenaknya saja duduk di sebelah Andika Sinatria.  Bahkan sepertinya sengaja memanasinya dengan menggeser kursinya mendekati sang pangeran.  

Andika Sinatria melihat semua ini dengan hati bingung.  Dia harus menjernihkan suasana penuh bara ini.  Dia akan malu kepada Sang Raja jika terjadi keributan di sini gara gara hal yang sangat sepele.  Apalagi dilihatnya dua gadis cantik ini sudah mulai saling melotot satu sama lain.  Andika Sinatria berdiri cepat cepat dan berkata;

"Putri Anjani, jika berkenan bolehkah aku duduk di antara kalian?  Aku tidak ingin ada kegaduhan di sini.  Ada tamu jauh kerajaan dari Tanah Blambangan.  Akan sangat memalukan bagi Galuh Pakuan kalau terjadi keributan saat ada pertemuan dengan tamu."  Sambil tersenyum, Andika Sinatria menggeser tempat duduknya di tengah tengah dua gadis lihai yang sedang bersitegang itu.

Putri Anjani tidak menanggapi, sedangkan Dewi Mulia Ratri membuang muka.  Sang pangeran menjadi salah tingkah.  Dia hampir membuka mulut dan menutupnya kembali ketika hulubalang mengumumkan sang raja akan memasuki ruangan.  Semua orang berdiri, menundukkan kepala dan membungkukkan badan saat raja yang terkenal arif bijaksana itu duduk di singgasananya.         

"Duduklah kisanak sekalian.  Terimakasih sudah hadir dalam pertemuan penting ini.  Kita kedatangan tamu istimewa dari ujung Jawa.  Mari kita jamu sahabat sahabat kita ini.  Berita apa yang kisanak bawa dari Blambangan?"

Seorang tua gagah dengan rambut putih berdiri dan membungkukkan badannya.

"Nama saya Menak Kuncar paduka raja.  Saya dipercaya oleh yang mulia baginda raja Menakjinggo untuk memberikan sedikit sesembahan dari Blambangan sebagai tanda persahabatan.  Salam dari baginda raja Menakjinggo untuk Paduka.  Mohon maaf tidak bisa hadir secara langsung..." Menak Kuncar maju membawa sebuah bingkisan besar ke Raja Linggabuana.  Namun sebelum sampai ke depan singgasana, berkelebat bayangan menghadang langkah Menak Kuncar.

"Sampai di sini saja Paman!...Biarkan kami memeriksa isi bungkusan ini terlebih dahulu."  Dewi Mulia Ratri mengangsurkan tangannya kepada Menak Kuncar yang terlangkah mundur saking kagetnya melihat kedatangan gadis ini yang begitu tiba tiba.  Dia maklum bahwa ini adalah sesuatu yang normal.  

Diangsurkannya bingkisan itu kepada Dewi Mulia Ratri kemudian kembali ke tempat duduknya.  Dewi Mulia Ratri memeriksa isi bungkusan yang ternyata adalah sebuah peti bertatahkan permata.  Dibukanya peti dengan hati hati.  Sebuah senjata keris ber-luk sembilan dari emas yang terlihat sangat mengagumkan.  Dewi Mulia Ratri menganggukkan kepalanya kepada Andika Sinatria yang segera maju menerima bingkisan itu dan membawanya kepada Raja Linggabuana.  Sang Raja menerima dengan wajah berseri seri dan tersenyum kepada Menak Kuncar.

"Terimakasih kisanak Menak Kuncar.  Salam Raja Menakjinggo aku terima dengan baik.  Salamkan balik kepada paduka nanti saat kau sudah kembali ke Blambangan.  Aku juga titip sebuah tanda mata persahabatan dari Galuh Pakuan untuk paduka raja."

Menak Kuncar mengangguk gembira." Terimakasih paduka.  Akan kami sampaikan titah paduka."

"Satu hal lagi yang perlu kami sampaikan kepada paduka mengenai pergerakan pasukan Kerajaan Majapahit.  Mereka sekarang memperkuat diri di garis perbatasan dengan Blambangan.  Kami menduga bahwa mereka bukan sedang memperkuat perbatasan, tapi bersiap untuk menyerang.  Telik sandi kami juga memberikan informasi bahwa perbatasan di barat juga diperkuat dengan kedatangan pasukan Sayap Sima yang dipimpin oleh Dua Siluman Lembah Muria.  Paduka Raja Menakjinggo berpesan agar Paduka berhati hati di sini dan akan siap membantu jika sewaktu waktu dibutuhkan..."

Raja Linggabuana mengangguk angguk mengerti," baiklah aku mengerti kisanak.  Selama mereka tidak mengganggu kita maka kita juga tidak akan mengusik mereka.  Majapahit adalah kerajaan besar dengan pasukan besar. Tokoh tokoh besar persilatan Jawa banyak di pihak mereka.  Jadi lebih baik jika kita sedapat mungkin menghindari peperangan dan mengutamakan perdamaian."

Ganti Menak Kuncar yang mengangguk angguk tanda setuju," Paduka sungguh bijaksana.  berdasarkan keterangan telik sandi bahwa pasukan Sayap Sima tidak sekedar memperkuat perbatasan.  Namun dilengkapi dengan pasukan tempur juga.  Jika boleh menyarankan, sebaiknya paduka juga memperkuat perbatasan Galuh Pakuan supaya mereka berpikir ulang jika mau bertindak macam macam..."

Raja Linggabuana bertukar pandang dengan Andika Sinatria sejenak.  Lalu berpaling kepada Menak Kuncar.

"Terimakasih kisanak Menak Kuncar.  Kami akan memperhatikan hal itu.  Sayangnya Paman Mandara dan Panglima Candraloka tidak bisa hadir hari ini.  Tapi Andika Sinatria pasti melaporkan hal ini dengan mereka dan berunding bagaimana baiknya menghadapi situasi ini.."

"Sekarang kisanak dan rombongan silahkan istirahat atau berjalan jalan di wilayah Galuh Pakuan.  Nikmati alam pasundan yang ramah dan damai. Kalian sangat diterima di sini dan boleh tinggal di istana tamu kapanpun dibutuhkan sampai siap untuk kembali menempuh perjalanan jauh ke Blambangan.."

Raja Linggabuana berdiri dari singgasananya dan berjalan keluar balairung.  Dewi Mulia Ratri mengiringi di belakangnya.  Sang Raja menoleh dan tersenyum," Dewi Mulia...kamu sangat sigap dan waspada.  Aku senang kamu jadi kepala pengawalku."

"Baik Paduka Raja.  Terimakasih.." Dewi Mulia Ratri menjawab ramah dan tegas.  

Raja Linggabuana melanjutkan langkahnya menuju istana raja.  Dewi Mulia Ratri memastikan hingga raja memasuki gerbang istana dan menganggukkan kepala kepada 4 orang yang berjaga di depannya.  Dewi Mulia Ratri kemarin sempat memilih 10 orang sebagai tangan kanannya di pasukan Kujang Emas.  Ditambah 15 orang pengawal lama, maka jumlah pengawal inti Raja yang akan selalu ada di sekitarnya adalah 25 orang.  

Dipimpin oleh seorang bernama Birawa.  Salah satu murid ayahnya yang dibawanya dari Padepokan  Sanggabuana.  Birawa adalah seorang pemuda kekar dan gagah dengan ilmu kanuragan yang cakap.  Termasuk salah seorang yang paling menonjol di antara ribuan orang yang ikut pemilihan.

Dewi Mulia Ratri membalikkan badan untuk memeriksa keadaan sekeliling istana raja.  Namun langkahnya terhenti karena di depannya telah menghadang orang yang selama ini selalu dijahilinya.  Pangeran Bunga.

"Hmmmm....ada apa pangeran?  Ada yang bisa kubanting?..." ejek Dewi Mulia Ratri pendek.

Pangeran Bunga memerah mukanya menahan jengkel.  Gadis cantik di depannya ini selalu saja membuatnya kesal bukan main.  Namun dia menahan perasaannya dan berkata halus," Dewi, mengingat kau adalah saudara seperguruanku, aku hanya mau mengingatkanmu...hati hati dengan gadis dari laut utara itu.  Dia sangat berbahaya buatmu.  Aku pernah mendengar bisik bisik bahwa dia berencana untuk mencelakakanmu.  Dia juga mempunyai sebuah rencana busuk merebut hati kakanda Andika Sinatria....aku belum tahu apa itu, tapi aku akan menyuruh orang memata matainya.  Jika ada kabar terbaru, kamu adalah orang pertama yang aku beritahu...."

Dewi Mulia Ratri mengerutkan alisnya yang indah.  Pangeran yang satu ini cukup dikenalnya sebagai pemuda yang mata keranjang.  Dia yakin, pangeran ini tertarik pada kecantikan Putri Anjani.  Sehingga mungkin menguntitnya kemana mana dan akhirnya mendengar bisik bisik itu.   Ah, kenapa dia percaya begitu saja pada pangeran tengil itu?

"Pangeran, aku tidak paham benar apa maksudmu.  Jadi berhentilah mengarang cerita.  Kembalilah ke istanamu yang penuh madu dan bunga."

Pangeran Bunga mendesiskan nada ancaman dalam ucapannya,"kau boleh tidak percaya ucapanku sekarang.  Tapi kau akan menyesal nanti. Satu hal lagi, aku akan bawa berita buruk tentangmu kepada kakanda Andika Sinatria....kecuali jika...."

Dewi Mulia Ratri melebarkan matanya penuh amarah mendengar ancaman terang terangan ini.  Tapi dia menahan tangannya yang sudah akan bergerak memberikan pelajaran.  Dia membalikkan badan meninggalkan tempat itu menuju ke alun alun. 

"Aku akan sampaikan ke kakanda Andika Sinatria bahwa kau sama sekali tidak menyukainya dan minta dia untuk melupakanmu...." sambung Pangeran Bunga dengan nada penuh kemenangan karena dilihatnya gadis cantik itu langkahnya terhenti.  Menoleh ke arahnya sebentar lalu melambai ke arah taman di sampingnya.  Seolah abai saja terhadap ancamannya.  

Pangeran Bunga sudah akan melanjutkan ucapannya ketika sebuah jari menyentuh pundaknya dengan tiba tiba.  Pangeran itu terloncat kaget.  Dia menoleh dan terperanjat ketakutan.  Jari itu ternyata milik seseorang atau sesuatu yang sangat menakutkan.  Tubuhnya tinggi besar, hitam, rambut gimbal acak acakan.  Wajahnya sangat mengerikan.  Bertaring besar dengan air liur menetes netes.  Matanya merah sebesar anak roda pedati.  Jari jari yang menempel di pundaknya tadi sebesar pisang raja. 

Hiiiiiihhhh....kenapa ada genderuwo siang siang begini?? Nyali pangeran itu langsung menciut sebesar kelereng.  Keringat dingin mengucur deras dari dahi dan tubuhnya.  Boleh jadi dia seorang pemuda yang lihai dalam olah kanuragan.  Namun dia selalu ketakutan setiap kali bertemu hal hal yang mengerikan seperti ini.  Sebelum pingsan di tempat, Pangeran Bunga menggerakkan kakinya mengambil langkah seribu.  Celananya terlihat basah oleh kencing yang mengalir tanpa disadarinya.

Dari jauh, Dewi Mulia Ratri melihat kejadian ini dengan tersenyum geli. Dia mencoba ilmu Mancala Sukma tadi.  Ternyata hasilnya luar biasa bagus. Kekuatan sihirnya berpuluh kali lipat lebih kuat setelah mempelajari kitab Ranu Kumbolo.  Dengan bersenandung riang dia melanjutkan langkah kaki menuju alun alun tempat pemilihan terakhir akan dilaksanakan hari ini.

***********
Bersambung Bab XII

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun