Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

14 Desember 2018   13:02 Diperbarui: 14 Desember 2018   13:13 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewi Mulia Ratri membalikkan badan untuk memeriksa keadaan sekeliling istana raja.  Namun langkahnya terhenti karena di depannya telah menghadang orang yang selama ini selalu dijahilinya.  Pangeran Bunga.

"Hmmmm....ada apa pangeran?  Ada yang bisa kubanting?..." ejek Dewi Mulia Ratri pendek.

Pangeran Bunga memerah mukanya menahan jengkel.  Gadis cantik di depannya ini selalu saja membuatnya kesal bukan main.  Namun dia menahan perasaannya dan berkata halus," Dewi, mengingat kau adalah saudara seperguruanku, aku hanya mau mengingatkanmu...hati hati dengan gadis dari laut utara itu.  Dia sangat berbahaya buatmu.  Aku pernah mendengar bisik bisik bahwa dia berencana untuk mencelakakanmu.  Dia juga mempunyai sebuah rencana busuk merebut hati kakanda Andika Sinatria....aku belum tahu apa itu, tapi aku akan menyuruh orang memata matainya.  Jika ada kabar terbaru, kamu adalah orang pertama yang aku beritahu...."

Dewi Mulia Ratri mengerutkan alisnya yang indah.  Pangeran yang satu ini cukup dikenalnya sebagai pemuda yang mata keranjang.  Dia yakin, pangeran ini tertarik pada kecantikan Putri Anjani.  Sehingga mungkin menguntitnya kemana mana dan akhirnya mendengar bisik bisik itu.   Ah, kenapa dia percaya begitu saja pada pangeran tengil itu?

"Pangeran, aku tidak paham benar apa maksudmu.  Jadi berhentilah mengarang cerita.  Kembalilah ke istanamu yang penuh madu dan bunga."

Pangeran Bunga mendesiskan nada ancaman dalam ucapannya,"kau boleh tidak percaya ucapanku sekarang.  Tapi kau akan menyesal nanti. Satu hal lagi, aku akan bawa berita buruk tentangmu kepada kakanda Andika Sinatria....kecuali jika...."

Dewi Mulia Ratri melebarkan matanya penuh amarah mendengar ancaman terang terangan ini.  Tapi dia menahan tangannya yang sudah akan bergerak memberikan pelajaran.  Dia membalikkan badan meninggalkan tempat itu menuju ke alun alun. 

"Aku akan sampaikan ke kakanda Andika Sinatria bahwa kau sama sekali tidak menyukainya dan minta dia untuk melupakanmu...." sambung Pangeran Bunga dengan nada penuh kemenangan karena dilihatnya gadis cantik itu langkahnya terhenti.  Menoleh ke arahnya sebentar lalu melambai ke arah taman di sampingnya.  Seolah abai saja terhadap ancamannya.  

Pangeran Bunga sudah akan melanjutkan ucapannya ketika sebuah jari menyentuh pundaknya dengan tiba tiba.  Pangeran itu terloncat kaget.  Dia menoleh dan terperanjat ketakutan.  Jari itu ternyata milik seseorang atau sesuatu yang sangat menakutkan.  Tubuhnya tinggi besar, hitam, rambut gimbal acak acakan.  Wajahnya sangat mengerikan.  Bertaring besar dengan air liur menetes netes.  Matanya merah sebesar anak roda pedati.  Jari jari yang menempel di pundaknya tadi sebesar pisang raja. 

Hiiiiiihhhh....kenapa ada genderuwo siang siang begini?? Nyali pangeran itu langsung menciut sebesar kelereng.  Keringat dingin mengucur deras dari dahi dan tubuhnya.  Boleh jadi dia seorang pemuda yang lihai dalam olah kanuragan.  Namun dia selalu ketakutan setiap kali bertemu hal hal yang mengerikan seperti ini.  Sebelum pingsan di tempat, Pangeran Bunga menggerakkan kakinya mengambil langkah seribu.  Celananya terlihat basah oleh kencing yang mengalir tanpa disadarinya.

Dari jauh, Dewi Mulia Ratri melihat kejadian ini dengan tersenyum geli. Dia mencoba ilmu Mancala Sukma tadi.  Ternyata hasilnya luar biasa bagus. Kekuatan sihirnya berpuluh kali lipat lebih kuat setelah mempelajari kitab Ranu Kumbolo.  Dengan bersenandung riang dia melanjutkan langkah kaki menuju alun alun tempat pemilihan terakhir akan dilaksanakan hari ini.

***********
Bersambung Bab XII

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun