Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

14 Desember 2018   13:02 Diperbarui: 14 Desember 2018   13:13 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia tidak sanggup berkata kata.  Hanya matanya yang saja yang terlihat seperti kelinci sedang ketakutan dan pipi yang memerah tanpa sengaja. Aaaahh andai saja aku tidak pemalu seperti ini? Andai saja sang pangeran tahu apa isi hatinya?  Andai dia bisa duduk di sebelah pengeran tampan itu? 

Lamunannya pecah ketika dilihatnya seseorang tiba tiba duduk begitu saja di bangku kosong sebelahnya.  Hati Dewi Mulia Ratri mendadak panas bukan main.  Putri cumi cumi itu seenaknya saja duduk di sebelah Andika Sinatria.  Bahkan sepertinya sengaja memanasinya dengan menggeser kursinya mendekati sang pangeran.  

Andika Sinatria melihat semua ini dengan hati bingung.  Dia harus menjernihkan suasana penuh bara ini.  Dia akan malu kepada Sang Raja jika terjadi keributan di sini gara gara hal yang sangat sepele.  Apalagi dilihatnya dua gadis cantik ini sudah mulai saling melotot satu sama lain.  Andika Sinatria berdiri cepat cepat dan berkata;

"Putri Anjani, jika berkenan bolehkah aku duduk di antara kalian?  Aku tidak ingin ada kegaduhan di sini.  Ada tamu jauh kerajaan dari Tanah Blambangan.  Akan sangat memalukan bagi Galuh Pakuan kalau terjadi keributan saat ada pertemuan dengan tamu."  Sambil tersenyum, Andika Sinatria menggeser tempat duduknya di tengah tengah dua gadis lihai yang sedang bersitegang itu.

Putri Anjani tidak menanggapi, sedangkan Dewi Mulia Ratri membuang muka.  Sang pangeran menjadi salah tingkah.  Dia hampir membuka mulut dan menutupnya kembali ketika hulubalang mengumumkan sang raja akan memasuki ruangan.  Semua orang berdiri, menundukkan kepala dan membungkukkan badan saat raja yang terkenal arif bijaksana itu duduk di singgasananya.         

"Duduklah kisanak sekalian.  Terimakasih sudah hadir dalam pertemuan penting ini.  Kita kedatangan tamu istimewa dari ujung Jawa.  Mari kita jamu sahabat sahabat kita ini.  Berita apa yang kisanak bawa dari Blambangan?"

Seorang tua gagah dengan rambut putih berdiri dan membungkukkan badannya.

"Nama saya Menak Kuncar paduka raja.  Saya dipercaya oleh yang mulia baginda raja Menakjinggo untuk memberikan sedikit sesembahan dari Blambangan sebagai tanda persahabatan.  Salam dari baginda raja Menakjinggo untuk Paduka.  Mohon maaf tidak bisa hadir secara langsung..." Menak Kuncar maju membawa sebuah bingkisan besar ke Raja Linggabuana.  Namun sebelum sampai ke depan singgasana, berkelebat bayangan menghadang langkah Menak Kuncar.

"Sampai di sini saja Paman!...Biarkan kami memeriksa isi bungkusan ini terlebih dahulu."  Dewi Mulia Ratri mengangsurkan tangannya kepada Menak Kuncar yang terlangkah mundur saking kagetnya melihat kedatangan gadis ini yang begitu tiba tiba.  Dia maklum bahwa ini adalah sesuatu yang normal.  

Diangsurkannya bingkisan itu kepada Dewi Mulia Ratri kemudian kembali ke tempat duduknya.  Dewi Mulia Ratri memeriksa isi bungkusan yang ternyata adalah sebuah peti bertatahkan permata.  Dibukanya peti dengan hati hati.  Sebuah senjata keris ber-luk sembilan dari emas yang terlihat sangat mengagumkan.  Dewi Mulia Ratri menganggukkan kepalanya kepada Andika Sinatria yang segera maju menerima bingkisan itu dan membawanya kepada Raja Linggabuana.  Sang Raja menerima dengan wajah berseri seri dan tersenyum kepada Menak Kuncar.

"Terimakasih kisanak Menak Kuncar.  Salam Raja Menakjinggo aku terima dengan baik.  Salamkan balik kepada paduka nanti saat kau sudah kembali ke Blambangan.  Aku juga titip sebuah tanda mata persahabatan dari Galuh Pakuan untuk paduka raja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun