Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Kegilaan di Museum

26 Oktober 2018   16:20 Diperbarui: 27 Oktober 2018   18:13 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Geni tahu dia harus menggunakan taktik interogasi yang berbeda terhadap En. Gadis yang terlihat lugu itu menyimpan ledakan-ledakan yang bisa sangat berbahaya bagi Geni. Geni sadar. En sangat cerdas. Di rongga kepalanya mungkin malah tersimpan banyak cara untuk meloloskan diri dari pertanyaan dan bahkan mungkin bisa saja menjebak Geni dalam kekacauan selanjutnya.

En gadis yang berbahaya. Geni harus extra hati-hati.
----
Geni membuka matanya. Ah, rupanya dia tertidur sejenak tadi. Lelah. Rasanya seluruh tulang-tulang di tubuhnya habis dirajam oleh gerombolan hyena.

Geni teringat En. Hmm, gadis itu mungkin lapar. Geni memang marah tapi dia tidak akan setega itu untuk membiarkan En mati kelaparan. Lagipula Geni belum mendapatkan informasi penting apapun dari En. En adalah kunci bagi Geni untuk mengurai labirin yang diciptakan perempuan-perempuan mematikan itu.

Geni mengambil bungkusan roti yang dibelinya tadi. Juga sebotol minuman. Sebelum membuka pintu ruang tawanan, Geni mengintip dari balik lubang kecil di pintu. Gadis itu tidak nampak dari sini. Mungkin dia ada di sudut yang lain. Atau...selintas pikiran mengganggu benak Geni.

Lelaki itu memutuskan tidak segera membuka pintu. Ruang tawanan dan ruang kecil tempatnya berbaring tadi adalah ruang rahasia di sebuah musium yang terkenal di tengah kota. Ruang yang dulu dipergunakan menyimpan benda-benda paling berharga milik musium sebelum dipamerkan atau dipindahkan. Demi keamanan tentu saja.

Mendiang Baron dulu mendapatkan akses ke ruang rahasia itu dari pimpinan musium yang mengagumi cara kerjanya mengungkap pencurian sebuah lukisan seorang maestro terkenal.

Baron sering mengajaknya kesini untuk berkontemplasi. Kata Baron, musium adalah sebuah jejak sejarah yang bisa membangkitkan ide dan kreatifitas untuk membuat sejarah berikutnya. Geni tidak setuju saat itu. Bagi Geni, sejarah adalah kisah yang sudah punah. Dituliskan hanya untuk mengingat siapa pemenang dalam sejarah tersebut. Sesederhana itu.

Baron tahu semua jalan dan ruang rahasia di musium yang aktif dan ramai dikunjungi pengunjung ini. Geni tidak. Lelaki itu menyesal kenapa dulu tidak menyerap semua pengetahuan tentang musium ini dari Baron. Tapi untuk apa dulu dia melakukan itu? Bagaimanapun dia tidak tahu dan menduga sedikitpun bisa terjadi hal seperti ini.

Geni menajamkan pendengarannya. Tidak terdengar suara apapun dari dalam ruang tawanan. Bahkan desah nafas pun tidak. Geni mulai curiga. Gadis itu memang sungguh-sungguh berbahaya.

Bagaimana caranya dia mengetahui apa yang dilakukan dan akan dilakukan oleh En begitu dia memasuki ruangan. Geni mengerucutkan alisnya. Menimbang-nimbang. Jangan-jangan.....duuhh, sialan!

Geni teringat satu hal penting yang dilewatkannya begitu saja!

Baron dulu sempat menyinggung mengenai ruang rahasia yang masih mempunyai rahasia berikutnya. Menjelaskan secara detail rahasia-rahasia itu. Waktu itu Geni tidak terlalu memperhatikan. Dia lebih sibuk menghabiskan sebotol vodka yang selalu dikantonginya kemana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun