Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Masih Ingin bersama Angin

22 Maret 2018   18:14 Diperbarui: 22 Maret 2018   18:16 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku mendengar kabarmu.  Dari senja yang terpeleset di para-para rumah.  Kau hampir meradang.  Mendengar bisikan angin yang tersesat.  Katanya, aku ingin pulang.

Kau masih ingin bersama angin itu.  Melepaskan lelahmu yang sampai ke tulang.  Menyusup lama di sana.  Bersama sungsum dan darah yang membeku.  Karena pilu.

Akulah penyusup itu.  Bersembunyi tapi diam-diam mengasihimu.  Aku nyaman di situ.  Seperti bunga sepatu yang mekar tanpa harus diberitahu.

Jika kau masih bersitegang dengan angin.  Itu berarti kau melupakan sesuatu.  Angin itu yang dulu menolongmu.  Saat diam menyuruhmu membatu.  Di separuh perjalanan usiamu.

Aku ingin mendengar kabarmu lagi.  Sebelum aku pergi menenggelamkan diri.  Di tumpukan kertas puisi. 

Aku akan kirimkan satu judul yang belum selesai kutulis.  Di antara suara gerimis yang sesenggukan menangis. 

Inilah sebagian baitnya;  Sampaikan rindumu segera sebelum kau lupa bagaimana rasanya.  Simpan di hati dengan cara paling sederhana.  Setelah kau paham rindu itu sesungguhnya adalah raja dan kau adalah sahaya di depannya.

Jakarta, 22 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun