Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desir Angin Senja

29 Maret 2024   22:11 Diperbarui: 30 Maret 2024   04:32 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sun ingin bebas seperti burung yang terbang kemanapun yang disukai. Mengepakkan sayapnya melintasi lautan, menyebrangi lembah-lembah curam lalu singgah di pucuk pepohonan di atas punggungan bukit hijau, atau bertengger di atap-atap rumah tua tiada penghuni.

Ia juga ingin membuka kunci yang membelenggu dirinya sejak lama. Kunci yang sejatinya hanya dimiliki oleh kesadaran dirinya untuk melakukan apa yang ia suka, dan dapat membebaskan.

Ia menyadari sekian masa telah dilalui hanya berkutat di urusan merawat suami, anak, sumur, dapur, dan kasur. Walau sekali waktu atau bahkan rutinitasnya mengelola tambak-tambak udang cukup membuka kesempatan itu. Tapi ia selalu diliputi keraguan untuk menjauh dari semuanya.

Tapi senja yang memudar di ufuk langit sore ini membawa langkahnya pada kebebasan itu.

Ia terlampau lemah untuk menjauh, dan justru terlena oleh masa lalunya dengan Kris, untuk menikmati desir angin di hamparan tambak-tambak udangnya yang luas.
--------------
"Ibumu belum pulang, Nak? "
"Belum, ayah. Katanya siang tadi bilang, sampai sore urusan jual beli belum tentu selesai. Orang yang mau membeli belum datang juga. Diminta untuk menunggu sebentar. "
"Iya, ibumu juga bilang kemarin seperti itu, dan orang kota katanya. "

Ratih menganggukkan kepala tanda setuju dengan yang dikatakan ayahnya. Ia mendekat, dan memutar engsel ranjang agar ayahnya punya posisi seperti sedang bersandar. Sekalian ia memberikan pula kudapan buah-buahan yang ia sediakan di meja sisi ranjang itu.

Ratih kadang merasa iba pada ayahnya, juga ibunya. Sejak 15 tahun lalu hingga kini apa yang dialami ayahnya tiada kunjung sembuh setelah alami kelumpuhan total akibat kecelakaan. 

Ayahnya pun sudah sulit mengingat apa yang dialami dulu itu. Juga masa lalu kehidupannya seakan hilang begitu saja, dan tidak punya kemampuan pula untuk sekedar mengisahkan.

Dan selama itu pula  ibunya berjuang sendiri, baik untuk membesarkan dirinya maupun merawat ayah, dan mengelola usaha tambak tersebut bersama beberapa orang pekerja.

Ia hanya ingat ibunya selalu mengatakan bahwa semua yang dialami ini adalah ujian, bukan teguran. Hingga saatnya ujian semacam ini akan lulus dan tunggu keajaiban selanjutnya.

Dan keajaiban itu justru datang di saat suasana bathinnya Sun letih, dan Kris pandai mengobati apa yang dirasakan Sun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun