Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desir Angin Senja

29 Maret 2024   22:11 Diperbarui: 30 Maret 2024   04:32 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara Sun didengar Pras yang tengah berbaring. Sebelum ia memanggilnya, Sun lebih dulu menemuinya. Ratih juga ada di kamar ini sedang menemani ayahnya.

Sun mengutarakan semua hal menyangkut jual beli hasil tambak, dan orang yang mau membeli itu sudah ada di teras rumah. Ratih menampakkan wajah senang, Pras juga demikian.

Urusan ini memang sudah lama dilakukan Sun, dan acapkali pembeli datang untuk menemui sekaligus berkenalan dengan keluarga ini.

Kris pun dibawanya tanpa ragu untuk berkenalan di kamar itu. Pras menampakkan wajah senang, dan Kris memberi perhatian untuk kesembuhannya. Perbincangan mengalir sebagaimana arus air yang ada di sungai. Tenang.

Namun gemericik mulai terdengar oleh getaran hati Ratih yang mengalir tatkala ia mulai menjabat tangan Kris. Ratih tampak gugup. Entah apa yang dirasakan oleh gadis 20 tahun ini. Ia segera beranjak dan pergi dari kamar itu. Sun justru membiarkan.

Pras tidak mengindahkan apa yang dialami Ratih. Ia hanya meminta pada Sun agar tamunya ini ditemani. Kris juga menampakkan wajah tenang seolah tiada sesuatu yang terjadi, padahal adu pandang sesaat tadi dengan Ratih sudah cukup menjelaskan semua hal. Wajah gadis itu ada padanya.

Dan ia pun dipersilakan Sun keluar kamar, sekaligus untuk membawanya kembali ke teras rumah.

Mereka berbincang sebentar untuk urusan hasil tambak ini.
---------------
Sesaat sebelum Kris pergi meninggalkan kediaman keluarga Pras, Sun menyampaikan lugas.
"Ratih, anak kita mas. "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun