Tak ada lagi sapa ramah tetangga di pagi hari,
Hanya tatapan cepat, dan hiruk pikuk tak bertepi.
Kos kecil ini, saksi bisu setiap sepi,
Dindingnya menyimpan keluh, bantalnya menyerap tangis.
Mie instan dan teh manis, menu setia yang menemani,
Saat bulan sabit menggantung, menertawakan kemiskinan manis.
Pernah jatuh, pernah sakit, tanpa tangan yang menggenggam,
Hanya doa yang kurapal, dalam gelap yang mencekam.
Rindu. Ah, rindu itu belati bermata dua,
Menghujam sukma, namun juga pemicu semangat.
Teringat suara Ibu, "Jangan pernah menyerah, Nak!"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!