Dalam menulis puisi, ada beberapa unsur penting yang membuat sebuah puisi terasa hidup dan penuh makna. Beberapa di antaranya adalah diksi, imaji, rima, irama, dan gaya bahasa. Masing-masing punya peran dalam menciptakan keindahan dan kekuatan dari puisi itu sendiri.
1. Diksi
Diksi adalah pilihan kata. Kata-kata dalam puisi tidak dipilih secara sembarangan. Setiap kata bisa membawa nuansa berbeda. Ada kata yang memberi kesan lembut, ada yang terasa tajam, ada yang menenangkan.
2. Imaji
Imaji atau citraan adalah gambaran yang bisa dirasakan oleh pancaindra pembaca. Imaji bisa berupa penglihatan (visual), suara (auditif), rasa sentuhan (taktil), bau (olfaktori), atau rasa dalam mulut (gustatori). Imaji membuat puisi lebih nyata, seolah-olah pembaca bisa ikut merasakan apa yang disampaikan.
3. Rima
Rima adalah pengulangan bunyi, biasanya di akhir baris puisi. Rima bisa membuat puisi terdengar lebih ritmis dan enak dibaca. Tidak semua puisi menggunakan rima, tapi saat digunakan, rima bisa memberi kesan musikal yang halus.
4. Irama
Irama berkaitan dengan pola bunyi dan tempo saat puisi dibaca. Irama bisa terasa lambat, cepat, tenang, atau penuh ketegangan. Biasanya, irama muncul dari panjang-pendeknya kalimat, jeda, dan pengulangan.
5. Gaya Bahasa (Majas)
Gaya bahasa adalah cara penyair menyampaikan perasaannya secara tidak langsung. Dalam puisi, gaya bahasa sering berupa majas, seperti personifikasi, metafora, simile, dan hiperbola.
Puisi: "Doa" -- Chairil Anwar
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
1. Diksi (Pilihan Kata)
Chairil Anwar terkenal dengan pilihan katanya yang kuat dan dalam. Di puisi ini, diksinya terasa lebih lembut, menyentuh, dan penuh makna spiritual.
Contohnya:
termangu -- menggambarkan keadaan merenung dalam diam.
kerdip lilin -- kecil, tapi tetap menyala, seperti harapan atau iman.
remuk -- sangat menggambarkan perasaan hancur, bukan sekadar "sedih".
2. Imaji
Puisi ini penuh dengan imaji visual dan emosional:
Visual: Caya-Mu panas suci / Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi --- bisa dibayangkan, gelap gulita, dan hanya ada cahaya kecil dari lilin.
Emosional: Aku hilang bentuk / Remuk --- membuat pembaca ikut merasakan kehancuran batin si tokoh "aku".
3. Rima
Puisinya memakai rima bebas, artinya nggak harus a-a-a atau a-b-a-b. Tapi ada pengulangan bunyi yang enak dibaca, seperti:
Tuhanku diulang beberapa kali, memberi kesan seperti sedang berdoa beneran.
Bunyi vokal "u", "i", dan "a" cukup sering muncul di akhir baris, jadi nadanya tetap terjaga.
4. Irama
Irama puisi ini pelan, tenang, dan seperti napas yang dalam. Pas banget buat nuansa doa atau curhat batin.
Barisnya pendek-pendek, dan banyak jeda di tiap larik, jadi kita bisa merasa seolah-olah penyairnya benar-benar sedang berdialog dengan Tuhan.
5. Gaya Bahasa (Majas)
Banyak majas yang dipakai di sini, antara lain:
Personifikasi:
Di pintu-Mu aku mengetuk -- menggambarkan Tuhan punya pintu, seolah-olah kita benar-benar datang dan mengetuk
Metafora:
Caya-Mu panas suci -- cahaya Tuhan digambarkan sebagai panas yang suci, bukan cuma terang, tapi juga menyucikan.
Hiperbola:
Aku hilang bentuk / Remuk -- ini bukan sekadar sedih, tapi hancur sampai tak berbentuk lagi.
Repetisi:
Kata Tuhanku diulang-ulang, memperkuat kesan pasrah dan tunduk.
Kesimpulan Singkat
Puisi "Doa" ini bukan cuma tentang agama atau Tuhan, tapi juga tentang rasa pasrah, keputusasaan, dan harapan terakhir. Semua unsur-unsurnya bekerja sama untuk membentuk suasana yang reflektif, tenang, tapi dalam banget.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI