Mohon tunggu...
Aulia M. Firmundia
Aulia M. Firmundia Mohon Tunggu... -

meytrias.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Apa Takutmu?

9 September 2015   19:36 Diperbarui: 9 September 2015   19:36 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Apa yang paling kau takutkan dalam hidup? Jawab dengan cepat. 

Beberapa akan menjawab ia akan takut pada serangga. Ada yang takut akan kegelapan. Tak sedikit yang menjawab hantu, bahkan ibunya sendiri. Sambil malu, ada yang menjawab ia takut apabila tubuhnya terlihat gemuk. Dengan suara keras, ia menjawab ketakutannya hanya kepada Tuhan.

Tak ada yang menyalahkan jawaban kalian, karena aku akan menganggapnya benar. Tersungging senyuman kecil, aku meminta kalian menutup mata, dan mengimajinasikan ketakutan. Seperti apa bentuk ketakutan? Tentu tak sesederhana objek. Ada yang menjawab, tentu tak terjelaskan. Takut itu emosi, dan emosi #itu  abstrak. Aku mengamini. Tapi bayangkan. Bagaimana jika ketakutan memiliki bentuk fisik yang sebenarnya tak semenakutkan dengan apa yang kita pikirkan?

Lalu ketakutanmu apa? Seseorang bertanya dengan suara lirih. Aku tak langsung menjawab. Menimang-nimang jawaban, lalu kuucapkan dengan pelan. Tidak punya tujuan. Kenapa? Mari kujelaskan dengan sederhana.

Bayangkan kamu. Kamu akan pergi dengan menggunakan angkutan umum. Angkutan umum saat ini sudah beragam jenis dan jurusannya. Satu hal yang paling penting ketika akan menaiki angkutan umum adalah, "Kemana kamu ingin pergi?". Akan kelihatan bodoh saat kamu menaiki taksi dan berkata, "Saya tidak tahu" ketika supir bertanya kemana dia harus mengantarkanmu. Juga cerita lama seperti, apa cita-citamu? Jika kamu ingin menjadi dokter ambil jurusan kedokteran, bukannya hukum. Dengan tujuan semuanya akan jelas. Apa yang harus dilakukan, jalan mana yang akan diambil, langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan, hambatan apa yang akan ditemui dan bla bla bla tetek bengeknya. 

Seseorang kembali bertanya, apa kamu melihat ketakutan itu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik? Ketakutan hanya bisa dirasakan. Aku memiringkan kepalaku, berpikir. Aku mengangguk. Ya. Aku terkadang memikirkannya seperti laki-laki tak kukenal yang mengintai di balik langkahku dengan diam. Membuat bulu kudukku merinding. Rasanya seperti dikejar bayangan hitam.


Bagaimana kamu menaklukan laki-laki itu?

Ketika aku dalam diamku. Dalam keterdalamanku. Tak ada dipermukaan, tenggelam terlalu dalam. Aku menganggap laki-laki itu sebagai kawan. Kawan di kegelapan, mengintai setiap langkah. Menganggap bahwa jalan yang kuambil selalu salah sehingga lagi-lagi aku bertemu dengannya. Menganggapnya sebagai kesalahan, lalu hanya berjalan menunduk dan merenung tanpa berpikir.

Namun ketika kepalaku tengah terang. Bahu terasa ringan. Badan ada dipermukaan, dan aku dapat jelas melihat mentari, aku melihat laki-laki itu sebagai pengingat. Dia selalu berada di jalan yang gelap. Aku tinggal mengingatkan diriku untuk tetap berjalan di jalan yang terang, sehingga aku tidak perlu lagi bertemu dengannya. Bukan menganggapnya sebagai kesalahan, tapi pelajaran. Karena itu aku butuh tujuan, sehingga aku dapat memilih jalan yang terang.

Orang-orang dalam ruangan mengangguk-angguk. Beberapa menghela napas, kembali mengingat ketakutannya. Aku tersenyum, melempar pandangan ke sekitar ruangan. Karena itu, jangan hanya anggap dia sebagai emosi. Anggap dia sebagai sesuatu yang nyata, sehingga kita merasa mampu untuk menghadapinya. Jangan selalu hidup dalam ketakutan. 

Karena itu menakutkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun