The Conscious Curator: Lahirnya Persona Balik
Dari refleksi itu, lahir tokoh baru---bukan dari buku, tapi dari kehidupan: The Conscious Curator. Ia bisa berusia 19 hingga 28 tahun. Ia tidak anti teknologi. Ia memilih dengan bijak. Ia menyusun museum digital keluarga. Ia menulis ulang sejarah pribadi lewat jejak digital yang ia warisi dan pahami. Ia berkata: "Saya memilih apa yang saya simpan, bukan hanya apa yang saya beli."
Persona ini bukan hanya penting bagi generasi muda. Ia menjadi jembatan kesadaran antara era kemewahan dan era kebermaknaan. Dan Gen Z tampak cocok untuk memerankannya---sebagai pembaca, penafsir, sekaligus mentor bagi adik-adik digital mereka yang lebih muda.
Penutup: Dari Buku ke Kehidupan, dari Persona ke Pemaknaan
Membaca buku adalah titik awal. Tetapi kurasi makna terjadi setelah halaman terakhir dibalik. Persona bukan tujuan akhir, melainkan undangan untuk berpikir. Dan Gen Z bukan sekadar penerus, tapi penyeimbang---pembaca sejarah digital yang sedang terjadi, penafsir kegelisahan modern yang tak selalu terucap.
Mentoring di era digital tak cukup dengan membagikan tautan atau memberi saran aplikasi. Ia memerlukan kehadiran, refleksi, dan keberanian untuk menanyakan ulang: apakah hidup yang terkoneksi ini benar-benar membuat kita terhubung?
Narasi besar bukan tentang teknologi itu sendiri. Tapi tentang bagaimana manusia---dalam kesenyapan dan kilau layar---menemukan dirinya kembali.
Penulis: Â
Merza Gamal Â
Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI