Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Kurasi Makna di Era Digital; Dari Buku ke Generasi Baru

5 Agustus 2025   09:01 Diperbarui: 5 Agustus 2025   09:01 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok Gen X dan Y cenderung mengaitkan keberhasilan hidup dengan akses terhadap teknologi terkini. Keberhasilan dan kemajuan kerap ditafsir melalui perangkat yang dikenakan, bukan lagi melalui relasi yang dirawat.

Gen Y, Gen Z, dan Gen Alpha: Saling Menyaksikan, Saling Menafsir

Generasi Y tumbuh bersama pertumbuhan teknologi. Mereka menyaksikan transisi dari pager ke smartphone, dari email ke augmented reality. Gaya hidup mereka adalah kolaborasi antara efisiensi dan estetika. Tetapi mereka juga menyimpan ketegangan: antara pencitraan dan pencarian makna.

Di belakang mereka, muncul Gen Z---generasi yang tidak sekadar tumbuh bersama teknologi, tetapi mulai menguji narasi yang diwariskan. Gen Z tidak menerima begitu saja definisi "sukses digital". Mereka adalah pengamat kritis terhadap gaya hidup orang tua dan kakak mereka. 

Mereka menyadari bahwa ada jarak antara layar dan kehadiran, antara koneksi dan kedekatan. Dalam diam, mereka mulai memilih: apa yang layak diwarisi, dan apa yang perlu ditafsir ulang.

Dan di bawah bayang refleksi itu, generasi Alpha menanti. Mereka lahir dalam dunia yang sudah penuh layar. Teknologi bukan hal baru bagi mereka, tapi kondisi dasar kehidupan. Mereka menyerap gaya hidup mewah digital tanpa pernah mengalami "pra-teknologi". 

Justru karena itulah, mereka punya potensi besar untuk mendekonstruksi narasi---bukan menolak, tapi menafsir ulang---jika diberi ruang belajar dari generasi di atasnya.

Jejak yang Ditinggalkan, Narasi yang Dimaknai

Refleksi lintas generasi mengungkap dinamika yang kompleks. Generasi muda tumbuh menyaksikan "kesuksesan digital" sebagai norma. Tetapi mereka juga menyaksikan kegamangan naratif---kehilangan ritual keluarga, krisis identitas, bahkan burnout meski teknologi sudah maksimal. Di balik koneksi yang dijanjikan, mereka melihat keterputusan yang dirasakan.

Di sinilah Gen Z mengambil posisi sebagai jembatan. Mereka tak hanya penerima warisan teknologi, tapi juga calon kurator makna. 

Mentoring untuk Gen Z bukan hanya proses pendampingan, tapi proses pengakuan: bahwa mereka bisa membaca ulang jejak digital, menafsir ulang gaya hidup, dan menjadi penutur nilai bagi generasi Alpha yang menyusul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun