Ketika Kehidupan Tak Pernah Pensiun dari Cinta
Di sebuah kota kecil bernama Nebbiuno, Italia, pagi hari selalu dimulai dengan aroma kopi yang khas. Namun bukan hanya wangi robusta yang menyambut para pelanggan Bar Centrale setiap hari sejak tahun 1958. Di balik meja bar, berdiri seorang perempuan dengan senyum hangat dan tangan yang tak gemetar---padahal usianya kini genap satu abad.
Namanya Anna Possi, atau yang lebih akrab disapa: Nonna Anna.
Nonna Anna bukan sekadar pemilik kafe. Ia adalah penjaga ritme hidup, penjembatan waktu antara masa lalu dan sekarang. Di usia 100 tahun, ia tetap membuka tokonya setiap hari---termasuk saat Natal dan Paskah. "Orang ingin minum kopi di hari raya," ujarnya sederhana.
Apa yang membuat seorang perempuan seusianya masih teguh berdiri, menyeduh kopi, menyapa pelanggan, membaca berita, dan memantau bursa saham setiap pagi?
Jawabannya bukan stamina. Tapi makna.
Usia Bukan Batas, Tapi Babak Baru
Kita sering melihat penuaan sebagai kemunduran. Tapi Nonna Anna membalikkan narasi itu dengan keteguhan hidupnya. Ia menolak pensiun bukan karena menolak tua, tapi karena ia memilih hadir.
Dalam pandangan filsuf Martin Heidegger, manusia adalah Dasein---makhluk yang memiliki kesadaran eksistensial. Hidup otentik bukan soal usia, tapi tentang keberanian hadir secara sadar di dunia.Â
Nonna Anna menghadirkan authentic being dalam bentuk yang paling sederhana: secangkir kopi, senyum tulus, dan kehadiran penuh arti.
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya... hingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa: 'Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku...'" Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!