Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketika Harga Murah Tak Lagi Menjamin Masa Depan Akibat Kebijakan Tarif Trump

29 Mei 2025   20:42 Diperbarui: 29 Mei 2025   21:35 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Mata uang rupiah dan dollar. (Shutterstock via Kompas.com)

Saya masih ingat betul ketika Temu, marketplace dari China, pertama kali meledak di pasar internasional. Iklan-iklannya membanjiri media sosial, menawarkan barang-barang murah dengan slogan yang menggoda: "Shop like a billionaire." Siapa yang tak tergiur? 

Saya pun sempat penasaran, membuka aplikasinya, dan tercengang melihat harga-harga yang---saya akui---di luar nalar. Semua serba murah, dari headphone hingga pakaian anak-anak.

Namun, di balik "harga murah" itu, ternyata tersimpan harga mahal yang kini sedang ditanggung oleh induk perusahaannya, PDD Holdings.

Harga murah tak lagi menjamin,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 
Harga murah tak lagi menjamin,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Laba Ambles, Raksasa Terguncang

Dalam laporan keuangan kuartal pertama 2025, PDD Holdings mengalami penurunan laba bersih sebesar 47%, turun menjadi 14,74 miliar yuan (sekitar Rp33,3 triliun). Di atas kertas, angka itu masih besar. Tapi di dunia korporasi, penurunan setengahnya dalam tiga bulan adalah sinyal bahaya yang keras.

Penyebabnya? Dua sekaligus: perang harga di dalam negeri dan perang dagang di luar negeri.

Di Negeri Sendiri, Tak Lagi Raja

PDD dulu dikenal dengan strategi ultra-low-cost melalui platform Pinduoduo. Model belanja "berkelompok untuk dapat harga grosir" sempat jadi tren. Tapi tren itu kini menghadapi titik jenuh. Konsumen digital di Tiongkok, khususnya di kota-kota besar seperti Shanghai dan Beijing, semakin pintar dan menuntut kualitas dan kenyamanan.

Di saat yang sama, rival berat seperti Alibaba dan JD.com juga tak tinggal diam. Alibaba memang sedang lesu---laporan keuangannya juga meleset dari ekspektasi pasar---namun mereka masih punya senjata: ekosistem yang kuat dan basis pengguna loyal. Sementara JD.com justru naik daun berkat strategi tukar-tambah dan peningkatan layanan logistik.

Persaingan makin brutal. Harga ditekan sedemikian rupa hingga margin keuntungan makin tipis. Ini bukan lagi pertarungan inovasi, melainkan perang bertahan hidup.

Nasib Malang Temu di Luar Negeri

Jika kondisi di dalam negeri sudah rumit, di luar negeri lebih menyakitkan. Di Amerika Serikat, Temu yang sempat menjadi primadona kini menjadi korban perang dagang AS-China.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun