Private Placement Jadi Harapan Baru KFC Indonesia
Di tengah gempuran tantangan bisnis yang belum juga mereda---mulai dari aksi boikot global, perubahan perilaku konsumen, hingga tekanan keuangan yang membuat ratusan gerai harus tutup---nasib PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola jaringan restoran cepat saji KFC Indonesia, sempat digambarkan suram. Perusahaan membukukan kerugian hampir Rp 800 miliar sepanjang tahun 2024, dengan kondisi ekuitas yang tergerus tajam dan kas yang menipis.
Namun, harapan itu kini datang dari dalam: para pemegang saham utama, PT Gelael Pratama dan anak usaha Grup Salim, PT Indoritel Makmur International Tbk (DNET), akhirnya turun tangan.Â
Mereka siap menyuntikkan modal baru sebesar Rp 80 miliar melalui skema Private Placement, sebagai langkah konkret untuk menyelamatkan FAST dari tekanan modal negatif dan membuka kembali ruang bagi transformasi bisnis KFC Indonesia ke depan.
Aksi Private Placement: Nafas Baru dari Gelael dan Grup Salim
FAST berencana menerbitkan saham baru tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau yang lebih dikenal dengan istilah private placement, senilai Rp 80 miliar, yang akan dieksekusi paling lambat pada 20 Juni 2025. Modal ini akan berasal dari dua pemegang saham besar: PT Gelael Pratama dan PT Indoritel Makmur International Tbk (DNET), anak usaha Grup Salim.
Langkah ini menjadi angin segar bagi FAST yang kini sedang menghadapi tekanan keuangan akut. Ekuitas perusahaan per akhir 2024 tinggal Rp 127,73 miliar, merosot tajam dari Rp 723,87 miliar pada akhir 2023. Modal kerja yang menipis dan kewajiban yang terus membengkak mendorong FAST untuk bergerak cepat menyelamatkan fundamental bisnisnya.
Deretan Angka Merah di 2024
Kerugian FAST sepanjang 2024 tercatat sebesar Rp 796,71 miliar, melonjak 91,67% dibandingkan rugi tahun sebelumnya yang berada di angka Rp 415,64 miliar.
Pendapatan pun menurun drastis:
- Total pendapatan bersih tahun 2024 hanya Rp 4,87 triliun, turun 17,84% dibandingkan Rp 5,93 triliun di 2023.
- Pendapatan makanan dan minuman menurun menjadi Rp 4,85 triliun dari sebelumnya Rp 5,9 triliun.
- Pendapatan dari jasa layanan antar menipis dari Rp 2,73 miliar menjadi Rp 1,91 miliar.
- Laba kotor turun dari Rp 3,66 triliun menjadi Rp 2,84 triliun.
Di sisi lain, total aset FAST menyusut menjadi Rp 3,52 triliun dari Rp 3,91 triliun, sedangkan liabilitas meningkat dari Rp 3,18 triliun menjadi Rp 3,4 triliun. Posisi kas juga anjlok dari Rp 208,85 miliar menjadi Rp 64,82 miliar. Semua ini menjadi sinyal bahwa FAST membutuhkan penyelamatan yang lebih dari sekadar efisiensi operasional.