Untuk benar-benar pulih, KFC harus merangkul narasi baru yang relevan dengan konsumen masa kini, narasi yang menyatukan rasa, nilai, dan kepercayaan.
KFC Indonesia hari ini bukan kekurangan uang. Tapi kekurangan arah yang kuat. Sudah banyak yang memberi, namun belum banyak yang berubah.
Saatnya KFC Indonesia membuktikan bahwa mereka bukan hanya ikon ayam goreng, tetapi juga bagian dari bangsa ini—yang peduli dan bertanggung jawab.
Tanpa langkah strategis yang kuat dan cepat, bukan tidak mungkin KFC Indonesia akan terus kehilangan selera pasar, baik dari konsumen maupun investor.
Publik menunggu: apakah ayam goreng legendaris, KFC, ini bisa kembali renyah — atau justru menjadi kisah nostalgia belaka.
Seperti ayam goreng khas KFC yang digoreng dua kali agar renyah, FAST pun harus menjalani pemanasan ulang, bukan hanya keuangan, tapi juga strategi.
Respons pasar terhadap rencana private placement ini pun cukup positif. Pada perdagangan pagi 21 Mei 2025, saham FAST melonjak 34% ke level 238.
Konsumen Indonesia semakin cerdas. Mereka tidak cuma mencari logo internasional, tapi juga mempertimbangkan rasa, harga, lokasi, dan kedekatan budaya.
Menutup puluhan gerai, merumahkan ribuan karyawan, hingga berhadapan dengan badai boikot adalah pukulan telak yang bisa membuat langkah jadi limbung.
Bila FAST tak segera mengambil langkah besar dan berani, kita hanya akan mengenang KFC sebagai bagian dari masa lalu, bukan bagian dari masa depan.
Seperti halnya KFC, Starbucks juga menghadapi tantangan yang tidak hanya disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat, tetapi juga geopolitik.
Brand lokal bisa menjadi langkah strategis untuk mengurangi risiko dan membuka peluang bisnis yang lebih fleksibel serta relevan dengan pasar domestik
Perusahaan yang dimiliki oleh Keluarga Gelael & Grup Salim ini mengalami kerugian bersih signifikan, mencapai Rp557,08 miliar hingga kuartal III 2024.