Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Ramayana dan Kisah Keteguhan Ritel Lokal di Era Disrupsi

10 Mei 2025   20:30 Diperbarui: 10 Mei 2025   20:30 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Di tengah terpaan gelombang disrupsi industri ritel yang menyapu banyak merek besar, satu nama lokal tetap kokoh berdiri: Ramayana. 

Ketika satu per satu department store menurunkan tirai---Matahari menutup banyak gerainya, Centro pamit dari pusat perbelanjaan ternama, bahkan nama-nama global seperti Forever 21 dan GAP hengkang dari Indonesia---Ramayana justru menebar dividen. 

Sungguh kontras, bukan?

Lesunya Industri Ritel Fisik

Sejak 2018, dunia ritel Indonesia mulai diguncang transformasi digital. Konsumen beralih dari mall ke marketplace, dari etalase ke aplikasi. Pandemi Covid-19 mempercepat proses itu. 

Banyak brand ritel besar seperti Debenhams, Lotus, hingga Seibu harus menutup gerai. Bahkan Matahari, sang raksasa department store, menutup puluhan outlet dalam tiga tahun terakhir karena lesunya penjualan dan tingginya biaya operasional.

Gelombang fast fashion global pun turut menghantam. Uniqlo, H&M, hingga Cotton On masuk dengan konsep butik modern, desain simpel, dan harga terjangkau. Mereka menyasar konsumen urban muda yang tech-savvy dan mengutamakan gaya. 

Dalam kompetisi ini, banyak department store lokal tak lagi relevan.

Ramayana dan Strategi Bertahan

Namun di tengah badai itu, Ramayana tetap tegak. Bukan tanpa alasan. Mereka tahu siapa pasar mereka---segmen menengah ke bawah yang membutuhkan pakaian sehari-hari dengan harga terjangkau. Di kota-kota lapis kedua dan ketiga, Ramayana menjadi tempat belanja favorit keluarga.

Model bisnis mereka efisien. Ramayana tak hanya menjual produk merek luar, tapi mengandalkan private label dan kerja sama dengan UKM lokal. Mereka menekan biaya logistik, mempercepat pengadaan, dan menjaga harga tetap bersahabat.

Tak hanya itu, Ramayana disiplin dalam membagikan laba. Untuk tahun buku 2024, mereka mengumumkan pembagian dividen sebesar Rp60 per saham atau total Rp355,87 miliar. 

Dividen ini akan dibayarkan secara tunai pada 13 Juni 2025, dengan cum dividen di pasar reguler pada 21 Mei 2025.

Data Kinerja Keuangan RALS

Sepanjang 2023, Ramayana mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp4,87 triliun dan laba bersih sebesar Rp456,29 miliar, tumbuh dari Rp320,1 miliar pada tahun sebelumnya. Total asetnya mencapai Rp6,05 triliun dengan ekuitas Rp5,13 triliun dan kas yang kuat sebesar Rp1,63 triliun. Mereka juga mencatatkan ROE 8,89% dan DER yang sangat rendah di 0,18x.

Dari sisi saham, RALS memang sempat tertekan, tetapi tetap aktif di Bursa Efek Indonesia. Kapitalisasi pasarnya berada pada kisaran Rp5 triliun lebih, menandakan investor masih melihat prospek yang solid.

Tantangan dan Adaptasi ke Depan

Ramayana tidak menutup mata terhadap perubahan. Mereka mulai merambah dunia digital melalui kolaborasi dengan platform marketplace, pengembangan situs e-commerce, hingga promosi di media sosial. Gerai-gerai pun mulai disulap tampil lebih modern, dengan tata cahaya dan desain yang lebih segar tanpa mengubah esensi harga terjangkau.

Peluang juga terbuka melalui kolaborasi dengan startup logistik dan fintech, agar distribusi dan sistem pembayaran semakin efisien. Bila langkah ini terus dikembangkan, Ramayana bisa menjadi wajah baru ritel lokal yang adaptif.

Pembanding dan Pelajaran

Bandingkan dengan Matahari, yang kini mencoba menyasar pasar menengah-atas dengan strategi department store yang lebih premium. Sementara Matahari terlihat mencari identitas baru, Ramayana tetap setia pada pasarnya dan konsisten dalam eksekusi.

Dalam dunia bisnis yang berubah cepat, konsistensi bisa jadi kekuatan. 

Ramayana membuktikan bahwa mengetahui dengan pasti siapa pelanggan Anda dan bagaimana melayaninya, adalah kunci bertahan.

Penutup

Ramayana bukan sekadar brand lawas yang bertahan karena nostalgia. Ia adalah contoh nyata dari keteguhan, strategi yang membumi, dan kemampuan beradaptasi yang bijak. 

Di era di mana banyak ritel besar berguguran, Ramayana tetap membagi senyum kepada pelanggannya---dan juga dividen kepada pemegang sahamnya.

Mungkin, dalam diamnya, Ramayana sedang memberi pelajaran penting: untuk tetap relevan, kita tak selalu perlu mengikuti tren, tapi cukup untuk tetap setia pada siapa kita sebenarnya.

Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun