Pengenalan Rabu Abu
  Pada abad ke-6, Gereja di Roma menambahkan 4 hari sebelum Minggu Pertama Prapaskah untuk mencapai total 40 hari puasa (karena hari Minggu tidak dihitung sebagai hari puasa).
Dengan penambahan ini, Rabu sebelum Minggu Pertama Prapaskah menjadi Rabu Abu, yang menandai awal resmi Masa Prapaskah. Pada hari ini, umat Katolik menerima abu di dahi sebagai tanda pertobatan dan kerendahan hati.
  Penggunaan Abu sebagai Simbol
  Penggunaan abu sebagai simbol pertobatan sudah dikenal sejak zaman Perjanjian Lama. Misalnya, dalam Kitab Yunus 3:6, orang Niniwe bertobat dengan mengenakan kain kabung dan duduk di atas abu.
Tradisi ini diadopsi oleh Gereja Kristen awal dan secara resmi dimasukkan ke dalam liturgi pada abad ke-8.
Perkembangan Liturgi Rabu Abu
  Abad ke-8 hingga ke-10: Ritual penerimaan abu menjadi semakin populer di Gereja Barat. Abu dibuat dari daun palma yang diberkati pada Minggu Palma tahun sebelumnya, yang dibakar sebagai simbol kerendahan hati dan pertobatan.
  Abad ke-11: Penerimaan abu diwajibkan untuk semua umat Katolik, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai bagian dari persiapan Paskah.
  Konsili Vatikan II (1962-1965): Liturgi Rabu Abu disempurnakan dan diintegrasikan ke dalam Ritus Romawi modern, dengan penekanan pada makna pertobatan dan persiapan rohani.
Rabu Abu sebagai awal Masa Prapaskah telah menjadi bagian dari tradisi Katolik sejak abad ke-6, meskipun akar praktik pertobatan dan puasa sudah ada sejak abad-abad awal Kekristenan atau sejak abad ke satu Masehi.