Umat Katolik juga mengumpulkan barang lain seperti pakaian bekas, dan barang-barang lain seperti mie instan, uang, dan lain sebagainya dan diberikan kepada mereka yang tidak mampu.
Karena tahun ini masa Puasa Katolik bertepatan dengan saudara-saudari yang Muslim, maka umat Katolik juga disarankan berbuat baik kepada sama, misalnya jika kita punya kemampuan, maka takjil itu kita borong dan bayar serta meminta kepada penjualnya untuk memberikan kepada yang kurang mampu secara gratis.
Intinya, masa Puasa adalah masa berbuat kebaikan bagi sesama manusia, tanpa adanya sekat SARA dalam bertindak. Dengan begitu, maka orang akan melihat bahwa Tuhan itu sangat baik dan tidak rasis.
Sedikit Sejarah Rabu Abu
Sejarah Rabu Abu sebagai awal Masa Prapaskah dalam tradisi Katolik memiliki akar yang dalam dan berkembang secara bertahap seiring waktu. Meskipun tidak ada catatan pasti tentang tahun persisnya dimulai, praktik ini telah ada sejak abad-abad awal Kekristenan dan menjadi bagian resmi dari liturgi Gereja Katolik pada abad ke-6.
  Praktik Pertobatan pada Abad Awal Kekristenan
  Sejak abad pertama, umat Kristen awal sudah mengenal praktik pertobatan dan puasa sebagai persiapan untuk merayakan Paskah. Namun, pada masa itu, durasi dan bentuknya belum seragam.
Beberapa komunitas Kristen berpuasa selama 40 jam (melambangkan waktu Yesus di dalam kubur), sementara yang lain berpuasa selama beberapa hari atau seminggu.
  Pengembangan Masa Prapaskah 40 Hari
  Pada abad ke-4, Gereja mulai menetapkan periode 40 hari sebagai masa persiapan Paskah, mengikuti contoh Yesus yang berpuasa selama 40 hari di padang gurun (Matius 4:1-11).
Periode ini disebut Quadragesima (bahasa Latin untuk "40 hari"). Namun, pada awalnya, masa puasa ini dimulai pada Minggu Pertama Prapaskah, bukan Rabu Abu.