Maka perkataan dari J.Westennenk itu dijawab oleh Tuanku Laras Sungai Puar:
"Maaf Tuan. Maksud Tuan menyuruh anak nagari bayar belasting (pajak) terlalu sulit. Anak nagari kami banyak yang tidak ada di kampung dan pergi merantau"
Jawaban dari Tuanku Laras Sungai Puar tersebut rupanya diterima oleh para Tuanku laras yang lain. Keadaan serupa namun tak sama rupanya juga didapati di nagari lain di Luhak Agam. Maka menyambunglah Tuanku Laras Kamang dari perkataan Tuanku Laras Sungai Puar tersebut:
"Benar Tuan, kami sangat sependapat dengan Tuanku Laras Sungai Puar. Angguak-anggak, geleng-amuah. Itulah diantaranya sifat anak nagari kami. Lebih suka dihukum dari pada disuruh jual hasil kopinya kepada Gubernemen (Pemerintah) Belanda, itulah contoh di waktu yang lalu"
Akhirnya pertemuan itu selesai tanpa ada hasil kesepakatan. J.Westennenk dibuat bingung atas sikap para Tuanku Laras, di satu sisi dia memahami watak dan karakter dari orang melayu ini. Namun di sisi lain sebagai aparat pemerintahan dia mendapat kewajiban untuk menjalankan kebijakan yang sama sekali baru, tidak lazim dikalangan rakyat, dan ini juga sangat ditentang oleh rakyat yang berada dibawah kepemimpinannya. Maka akhirnya J.Westennenk menempuh cara baru yaitu dengan mendatangi nagari-nagari di Luhak Agam. Tujuannya ialah sebagai sosialisasi, dengan harapan supaya rakyat nagari dapat diyakinkan dengan kebijakan baru ini. Namun kenyataan, hampir seluruh rakyat nagari yang didatangi oleh J.Westennenk menolak penetapan pajak ini.
Tersebutlah kisah kedatangan J.Westennenk ke Nagari Kamang, dia berusaha menerangkan dengan baik dan sejelas-jelasnya perihal kebijakan baru dari pemerintah kolonial kepada rakyat. Namun apa hendak dikata, rakyat menolak kebijakan baru. Dimana sebelumnya rakyat Kamang sendiri telah mengetahui hasil rapat yang dihadiri oleh Lareh Kamang Garang Dt. Palindih di Fort de Kock (Bukittinggi).
Pada saat pertemuan itu salah seorang pemimpin Nagari Kamang yakni Dt. Rajo Pangulu menjawab perkataan J.Westennenk:
"Tuan J.Westennenk yang kami hormati, penetapan belasting (Pajak) tidaklah mungkin. Maaf dipinta kepada tuan sebelumnya, keadaannya ialah kami telah Tuan tipu dengan disuruh menanam kopi pada masa sebelumnya. Kemudian kopi itu Tuan beli dengan harga murah kepada kami. Tuanlah yang sebenarnya harus membayar kepada kami. Tapi kenapa kini Tuan yang meminta uang kepada kami. Bukankah Tuan pandai membuat uang. Maaf sekali lagi Tuan, sesen ( sedikit ) pun tidak akan kami berikan, musuh tidak dicari, kalau datang tidak dielakkan. Asa hilang kedua terbilang"
Rumah kaum keluarga M.Saleh gelar Dt. Rajo Pangulu dari Suku Sikumbang
Apalagi sebelum pertemuan dengan J.Westennenk ini terjadi, Basa Nan Barampek yaitu para pemimpin Kamang telah terlebih dahulu memutuskan dan bermufakat dalam masalah ini. Dalam mufakat yang sekian lama, mengkaji baik buruknya perkara ini sepanjang syari'at dan adat (hukum) yang berlaku di Alam Minangkabau dan terlebih lagi di Nagari Kamang. Maka diputuskanlah untuk menolak keputusan penetapan Belasting (Pajak) ini.