Mohon tunggu...
MELSI ANGRAINI
MELSI ANGRAINI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Prodi Pendidikan IPS (Konsentrasi Ilmu Ekonomi), dan menyukai seputar Sejarah karena sejarah adalah gurunya kehidupan. 🤗❤️

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perang Kamang / Perang Belasting 15 Juni 1908

2 Juli 2022   18:44 Diperbarui: 2 Juli 2022   18:45 2254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamang, pada dahulunya merupakan sebuah Kelarasan yang mencakup Aua Parumahan, Surau Koto Samiak, Suayan, dan Sungai Balantiak. Pasca zaman kemerdekaan, Kamang  terbagi menjadi dua nagari yaitu Kamang Hilir dan Kamang Mudiak. Aua Parumahan menjadi Kamang Hilir dan Surau Koto Samiak menjadi Kamang Mudiak, Sementara Suayan dan Sungai Balantiak masuk ke wilayah Kabupaten 50 Kota, karena secara geografis letaknya memang dipisahkan oleh bukit barisan dari wilayah Aua Parumahan dan Surau Koto Samiak, yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Agam. Kamang Hilir dan Kamang Mudiak selanjutnya merupakan wilayah Kecamatan Tilatang Kamang, dan akhir-akhir ini membentuk Kecamatan sendiri Kamang Magek (Nagari Kamang Hilir, Kamang Mudiak di tambah Nagari  Magek).  Pada masa dahulu (masa kolonial) Bukittinggi yang lebih dikenal dengan nama Fort De Kock menjadi pusat pemerintahan di Agam Tua (Belanda; Oud Agam). Wilayah kekuasaan Residen yang berkantor di Fort De Kock mencakup Bukittinggi sekarang dan daerah yang sekarang lebih dikenal dengan nama Agam Timur. Berbeda dengan masa dahulu dimana birokrasinya di satukan pada masa sekarang birokrasi antara Bukittinggi dan Kabupaten Agam dipisahkan, sehingga timbul sedikit jarak antara Bukittinggi dan Agam (terutama Agam Timur).

Perang Kamang adalah perang terbuka yang meletus  pada 15 Juni 1908 dan merupakan salah satu puncak dari kemelut suasana anti penjajahan rakyat Sumatera Barat dalam menentang penjajahan Belanda. Disini terlihat nyata bentuk semangat dan pengorbanan rakyat Kamang, baik kalangan adat, agama, cerdik pandai, pemuda/pemudi, bahkan kaum ibu dalam menulangpunggungi perlawanan mengusir Belanda, yang dari segi politis dapat dikatakan sebagai bukti sumbangan yang pernah mereka tunjukkan kepada Bangsa Indonesia. Kesadaran anti terhadap penjajahan Bung Hatta pun dipercaya berawal dari peristiwa ini, ketika sang proklamator melihat "urang rantai" yang digiring Belanda lewat di depan rumah beliau, dan neneknya  berkata: "Tu urang Kamang nan malawan Bulando" (Memori Muhammad Hatta, 1979). Sjech Muh Djamil Djambek ulama terkenal dari Bukittinggi pun selama bertahun-tahun datang secara rutin ke Kamang untuk membangkitkan motivasi dan memberi bimbingan rohani bagi masyarakat yang menanggung beban penderitaan dan trauma hebat akibat perang tersebut.

Gejolak bathin seorang bocah

Suatu ketika di pertengahan tahun 1908, seorang bocah yang sedang berada di depan rumah orang tuanya yang  terletak di sekitar kawasan pasar banto Fort de Kock (Bukittinggi) melihat beberapa orang yang di rantai dan dibawa serdadu Belanda, lalu dia bertanya kepada neneknya siapa orang-orang tersebut, neneknya pun menjawab bahwa orang-orang tersebut adalah orang-orang Kamang yang ditangkap karena terlibat perang menentang kebijakan Belanda di Kamang. Itulah peristiwa pertama dalam hidup seorang bocah dimana dengan mata kepalanya sendiri melihat tekanan yang diberikan Belanda kepada orang-orang sebangsa dengannya. Dan peristiwa ini pula lah menjadi awal tekadnya untuk berjuang demi bangsanya. Bocah itu adalah Muhammad Hatta,  yang mana kemudian akhirnya dikenal sebagai salah satu proklamator negara Republik Indonesia.

Awal penyebab terjadinya perang kamang

Pada tanggal 1 Maret 1908, pemerintah Kolonial mengumumkan akan diberlakukan kebijakan penetapan pajak untuk rakyat di wilayah jajahan. Untuk itu para pejabat pemerintahan diharapkan segera melakukan penerangan (sosialisasi) kepada rakyat jajahan. Hal ini juga berlaku bagi pejabat pemerintahan di Governement Sumatera Westkust (Sumatera Barat). Maka dari itulah pejabat pemerintahan kolonial di Luhak Agam atau mereka menyebutnya Oud Agam yang berpusat di Fort de Kock (Bukittinggi) mengambil kebijakan untuk mengumpulkan para Kepala Laras. Gunanya ialah untuk menyampaikan kebijakan baru pemerintah tersebut.

Kontroleur Agam ketika itu ialah seorang Belanda yang bernama J.Westennenk yang merupakan salah seorang tokoh utama dalam usaha memadamkan pemberontakan orang Kamang. Dialah yang memimpin penyerangan terhadap Nagari Kamang yang kabarnya akan melawan kepada pemerintah.

J.Westennenk lah yang memimpin rapat dengan para Kepala Laras dari Luhak Agam. Mereka melakukan rapat di Fort de Kock (Bukittinggi). Para Kepala Laras itu ialah Tuanku Laras Kamang, Tuanku Laras Magek, Tuanku Laras Salo, Tuanku Laras Baso, Tuanku Laras Tilatang, Tuanku Laras Kapau, Tuanku Laras Candung, Tuanku Laras Sungai Puar, Tuanku Laras IV Angkek, Tuanku Laras Banuhampu dan Tuanku Laras Ampek Koto Tuo.

 Dalam pertemuan itu J.Westennenk berkata kepada para Kepala Laras:

"Tuanku-tuanku Kepala Laras, Gubernemen (Pemerintah) Belanda tidak mau menyusahkan lagi anak nagari di sini. Tidak lagi disuruhnya menanam kopi dan menjualnya hanya kepada Gubernemen (Pemerintah),  anak nagari boleh menanam kopi sesuka hatinya saja. Kini Gubernemen (Pemerintah) bikin peraturan baru, anak nagari harus membayar beberapa rupiah kepada Gubernemen (Pemerintah) untuk segala macam kekayaannya, itu namanya belasting (pajak)"

Mendengar perkataan dari J.Westennenk tersebut, para Kepala Laras pun terkejut. Karena sebagai  para pemimpin yang telah memahami watak dan karakter dari masyarakat yang dipimpinnya dan pemahaman mereka, kebijakan ini belum pernah diberlakukan di Alam Minangkabau. Tidak pernah penguasa sebelum Belanda menempuh kebijakan semacam ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun