Kebijakan fiskal memang harus diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Namun, keseimbangan antara kebutuhan negara dan kesejahteraan rakyat juga harus diperhatikan. Jika kebijakan PPN 12% tetap diberlakukan, pemerintah perlu memastikan adanya kompensasi sosial yang efektif seperti bantuan langsung tunai, subsidi pangan, serta insentif bagi UMKM agar roda ekonomi tetap berputar.
World Bank (2024) juga menekankan bahwa konsolidasi fiskal yang terlalu cepat tanpa dukungan kebijakan inklusif justru bisa memperlambat pemulihan ekonomi. Karena itu, sinergi antara reformasi pajak dan perlindungan sosial menjadi kunci agar tujuan fiskal tercapai tanpa mengorbankan daya beli masyarakat.
Kenaikan PPN 12% memang membawa tujuan mulia, yaitu menyehatkan keuangan negara dan memperkuat kemandirian fiskal. Tetapi kebijakan ini juga menguji sensitivitas pemerintah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pajak seharusnya tidak hanya menjadi alat pengumpulan dana, tetapi juga instrumen untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan ekonomi. Jika dijalankan dengan hati-hati, transparan, dan disertai kebijakan perlindungan sosial yang kuat, kenaikan PPN bisa menjadi langkah strategis. Namun tanpa itu, kebijakan ini berisiko memperlebar jarak antara rakyat dan negara, sesuatu yang seharusnya dihindari dalam upaya membangun Indonesia yang berkeadilan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI