Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

T.T.K (Edisi: Dalam Perjalanan)

12 Juni 2023   18:00 Diperbarui: 12 Juni 2023   18:05 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku akan sering-sering berkunjung ke Selecta. Taman bunga aku ibaratkan bayangan taman surga yang aku dambakan. Dari sini, dengan sering mengunjungi Selecta yang aku punya spritit seutuhnya untuk menuju jalan cahaya.

Demikian sedikit cerita dari warung kopi "Mbah Mo" di Cemoro Kandang Gunung Lawu Karanganyar Jawa Tengah. Terima kasih sudah membebaskanku berteriak dan menari di taman bungamu. Mandi di bawah cahaya bulan, semesta bertasbih.

Ikuti saja, biarkan sayapku memelukmu. Tersenyumlah dan katakan "hai" selalu untuk selamanya.

T.T.K (AMBARAWA-SI KUNIR DIENG PLATEU)

"Aku tahu sesungguhnya bilamana doaku dijawab, yaitu bilamana aku telah menerima segala ketetapanNya (Allah) dengan Ridho"

Untukku sebuah lagu. Alur simfoni menuju ke sana. Di tanah datar kubayangkan wajahmu. Kasih hidup di masa lalu, kini aku cari di masa kini.

Selalu mencoba mengerti, ternyata hatimu penuh dengan bahasa kasih. Dan ketahuilah harapan tetap sama. Bahasaku terungkap dengan pasti, suka dan atau sedih perpisahkan waktu hanyalah memisahkan untuk menyatukan (Jika kau percaya, meleburkan batas waktu itu sendiri).

Seekor katak melompat. Bebek tahu dia punya dua sayap. Aku baringkan lelah tubuhku diantara tumpukan suratan jerami. Punggung tanganku menerawang bersendawa. Yang aku ingat hanya hitam panjang menawarkan buih ke bentuk kesabaranku.

Terpejam aku menipu sekelilingku. Berbekal tawa bocah-bocah kecil aku bermimpi membeli perjalan ke "Negeri di Atas Awan". Kuikuti bocah-bocah tersebut bermain di tepian sawah, terus kuikuti dari atas kereta UAP di Stasiun Ambarawa. Hati nanlugu mencoba mengajari, tanpa kata, tanpa pula hawa, mereka mengejarku. Lama kusadari, toleransiku menjauh, menggambarkan jarak sawah semakin kecil menghilang di telan pandangan fatamorgana.

Asap menyertai kereta uap perlahan menunjukkan eksitensinya. Di usia yang tidak remaja, berharap terus melawan sepi. Mengubur sejuta kenangan tidak mungkin dapat terulang. Wajah putih pusat pasi membuka kisah berlawanan deru derap hitam tanpa mengenal arah. Dan aku sandarkan beban diri, perih kasih emosi pada dinding langit-langit kereta.

Merambah pelan diiringi suara peluit, disambut kepakan sayap burung pelikan terbang meninggalkan dalam Rawa Pening. Terbatas asa, seperti menyeberang ke tanah sebelah. Tinggalkan stasiun, dan tak bisa aku ingkari aku hidup dalam kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun