Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Waktu

23 Mei 2023   18:00 Diperbarui: 23 Mei 2023   18:02 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

WAKTU

MBAH HAR - WAHYU

(Ku...ku..ruyuk...!)

Itulah bunyinya. Ayam jantan berkokok dan akupun berkoar hari telah pagi. Aku benahi selimutku dan kemudian aku gosok mukaku dan sekujur tubuh serta jiwa dan raga dengan air suci dan mensucikan.

Karena aku tinggal seorang diri, aku mulai dari diriku sendiri. Udara pagi, kapan lagi kalau bukan di pagi hari...pikirku waktu itu. Kalau enam jam ke depan, namanya bukan lagi pagi, jadi apa yang kutunggu...apa yang akan kutunggu?

Kau tahu apa yang aku tunggu...aku ambil kunci, aku nyalakan sepeda genjot dan sepasang sepatuku membawa menjajaki jalanan yang masih menyisakan hawa dingin. Wonderfull...! Pikirku saat itu. Aku kira aku bangun paling awal, ternyata paling akhir dibanding sama rumput dan rerumputan yang tak pernah tidur...lihat mereka lebih dulu menghijau dan menorehkan bakti!

Wonderfull...! Bentuk keherananku yang artinya aku belum pernah tahu seterunya atau bisa juga tak pernah tahu.

Aku lanjut menggayuh sepedaku, menaiki tebing berbatu dan menuruni tebing berbatu pula. Di sana-sini tanah di sini tak pernah kutemui kerataan dan keseragaman. Jangankan pada tanah-tanah itu, aku sendiri sering menemukan diriku yang tak sama ratanya, jadi apa yang kuketahui kalau begini kejadiannya?

Dingin masih juga dingin. Kabut masih juga belum diberi nama lain oleh orang-orang, begitupula aku. Kabut pula yang mengelebatkan seorang rupa memunculkan sosok bayangan putih nyaris aku tak kenal, selanjutnya?

Lengkap sudah dan langkah berikutnya aku lengkapi dengan embun-embun yang menetes. Terus aku bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, dinding-dinding terjal menunjukkan betapa kuatnya dunia mencengkeram jendela-jendela mereka...lukisan alam yang indah menurutku.

Pertanyaanku, apakah kau sudah tahu atau apakah kau tahu isi jurang-jurang itu? ketahuilah kedalamannya dengan ketepatan ukuran rata dan rataannya!
Berkelana di pagi hari begini agaknya lebih mengasikkan. Aku tak merasa panas atau kepanasan, dinginpun perlahan mulai sirna. Aku bisa melihat perlahan sang pagi menyembul dari balik bukit sana, memangnya ada yang salah?

Makin aku tanjak sepedaku ke atas...mumpung masih segar aku beringsut dengan alasan. Nanti, jika aku sudah ingin pulang, tinggallah aku kayuh sekali dan laju sepeda kumbangku menjadi lari sendirian. Saat yang lelah, saat untuk beria-ria dari atas sepeda yang dengan sendirinya melaju.

Stamina tetap terjaga dan hatikupun senang sehingga besok di hari yang lain aku menikmati hari dalam bentuk lain pula. Jadi, dari apa yang aku tahu hari ini membawaku memahami ketidaktahuanku di esok hari dan mengilhami ketidakmengertian di hari yang lalu.

Look...look it is! Lihat bukan? Bukankah kamu sudah lihat? Seharusnya lihat, tapi apakah kau tahu apa yang aku maksudkan?

Aku teguk dulu sebotol air mineral yang memang telah aku persiapkan sejak kemarin. Dari atas bukit ini aku singgah sebentar dan sebentar kemudian aku dapat turun dan pulang.

Nikmati sajiannya dan sajikan kenikmatannya. Satu teguk lagi daku harapkan memberiku kenikmatan yang lebih. Konsistensi yang demikian mungkin akan berkurang diwaktu yang akan datang dengan segala pucuk-pucuk kemungkinan yang ada. Seperti, seperti pucuk-pucuk pinus itu yang mengontrol gelombang malam dan siang, tapi apakah kau pernah tahu apa yang dirasakannya?

Aku kira 'take a rest' aku sudah cukup, maka aku cukupkan sampai di sini. Saatnya ambil waktu yang lain untuk pulang, aku masih butuh banyak waktu untuk mengerjakan yang lain, bagaimana denganmu?

Lantas aku ambil posisi dan posisiku yang begini yang akan mengantarkan aku. Aku harap demikian dan demikian harapanku dengan sepasang roda terus menggelinding perlahan menurun mengikuti yang semestinya.

Lambat aku memang sengaja perlambat dengan pasang rem, yang semata aku perlukan saat itu kenyamanan. Aku berkendara untuk cepat saja aku bisa, lantas untuk lambat kenapa tidak? Kan sama saja...hitung-hitung perbedaan implementasinya saja.

Wuuussss....wuuuus.....suara angin, memang! Demikian aku menirukan dengan tiruan aku. Terkejut aku melihat dua anak muda memacu sepedanya menuruni bukit ini dengan fullspeed...namanya juga anak muda, mereka merasa nyaman pula dengan mereka lakukan.

Kau duluan, nanti aku tunggu di bawah...sapaku yang dikejarkan ke telinga mereka dengan angin. Aku lambaikan tangan dan demikian pula dengan mereka.

Kenapa demikian singkatnya bisa terjadi???

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun