Kalau ada pesawat lewat di atas rumah, kakak yang waktu itu masih kecil, pasti teriak pada ibu, "ibu itu ada peswat bu" Kakak berteriak dengan penuh semangat dan sambil loncat-loncat kegirangan.
Bisanya kakak banyak bertanya pada ibu. Ibu tak pernah bosan menjawab pertanyaan kakak. Ibu selalu menjelaskan pertanyaan kakak dengan contoh-contoh yang mudah dimengerti. Kakak senang belajar dengan ibu.
"Kakak tahu, dulu ibu sering jadi juara kelas. ibu dulu ikut Pramuka. Ikut lomba lari, lomba hari Kartini. Kakak mau jadi juara?" tanya ibu.
"Mau bu, kakak mau jadi juara, kakak mau jadi orang sukses".
"Kakak harus banyak membaca dan menurut sama bu guru."
Kakak memeluk ibu dengan erat dan senyum di bibirnya mengembang dengan mata terpejam.
"Anak itu luar biasa, aku kehilangan anakku" tangis ibu kembali memecah suasana.
Sejak saat itu Lusia selalu takut bila ada hujan, kilat dan guntur yang saling bersahutan. Lusia belari ke kamar, memeluk bantal sekuat-kuatnya dan menutup telinganya.
Pernah Lusia pulang sekolah dijemput ibu karena akan mengantarkan kacang panjang yang cukup banyak ke rumah bu Lurah. Lusia membantu ibu membawakan kacang panjang dalam keranjang yang sudah disiapkan ibu. Pulang mengantarkan kacang panjang hujan rintik-rintik mulai turun hingga akhirnya semakin deras. Lusia ketakutan dan memeluk ibunya erat-erat. Jantungya berdeguk kencang dan nafasnya tak beraturan.
Hujan terakhir menyiaskan duka. Duka atas kepergian orang-orang tercinta. Kini hatinya menjadi tersayat, dadanya sesak, menyaksikan hujan yang menyisakan duka.
Tubuh ibu menggigil dengan napas sesak manahan sakit ditubuhnya. Dokter telah datang dan memberi obat suntik untuk ibu. Kata dokter, ibu terkena malaria. Setelah disuntik ibu bisa beristirahat sejenak. Ibu terbangun, tubuhnya menggigil lagi.