Mohon tunggu...
mavi
mavi Mohon Tunggu... Bankir - I'm the straw to your berry

Menulis adalah pelarian yang paling nyaman ketika benang-benang dikepala sudah mulai kusut dan butuh diuraikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Lamaran

6 Desember 2018   18:36 Diperbarui: 6 Desember 2018   18:56 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti biasanya, aku diam-diam memperhatikanmu.

Katakan, mengapa setiap yang ada padamu begitu mengagumkan?

Senyummu, kedipmu, bahkan gembungan pipimu setelah sesuap nasi masuk lagi ke mulutmu.

Tanpa dosa kau melirik padaku, mengedipkan kedua matamu lalu tersenyum meremehkan.

Ya Tuhan jantungku...

Kau ingin membunuhku?

Kemudian beliau datang, ayahku. Tak begitu jelas, tapi aku tau itu ayahku. Segalanya buram kecuali kamu.

Kalian mengobrol banyak.

Aku, tentu saja memperhatikanmu.

Dan aku seperti mengerti arah pembicaraan kalian. Seolah tau, kau menoleh padaku.

'Jangan, jangan diucapkan. Kalau kau mengucapkannya berarti ini mimpi!'

Mataku meminta.

Lalu dengan matamu kau seolah berkata, 'kau pikir aku tak berani?'

'Jangan, ini terlalu membahagiakan. Aku tak mau kalau ini sekedar mimpi. Aku tak perlu kata-katamu, begini saja sudah cukup bagiku.'

Tapi kau mengatakannya.

Hatiku mencelos begitu pilunya.

'Ini mimpi. Pasti sebentar lagi aku akan bangun.'

Lalu aku menunggu,

satu detik,

dua detik,

kalian masih berbicara seperti biasa.

'Ini nyata?' Tanyaku tak terlalu berharap.

Kenapa aku masih belum bangun juga? Harusnya aku sudah bangun sejak kau mengucapkannya padaku seperti ratusan mimpi-mimpi yang sebelumnya.

lalu kau menoleh, menaikkan alismu sambil tersenyum mengejek.

Menyebalkan. Mengapa dengan ekspresi seperti itu saja kau masih begitu mengagumkan....? Aku berusaha memasang wajah kesal walau hatiku berdebar kencang. Aku menoleh pada ayahku.

''Kau serius?'' Itu ayahku yang bertanya.

Aku melihatmu,

''serius'' katamu sambil menatap mata ayahku.

Aku masih tak percaya.

Kenapa aku masih belum bangun juga...? Ini terlalu membahagiakan untuk disebut nyata. Walau aku selalu berharap bahwa ini nyata.

''Berikan tanganmu!''

Aku menengadahkan tangan. Kau menatapku dengan tatapan aneh.

''Kalau ini benar-benar nyata, berikan tanganmu. Aku ingin menggenggamnya.''  Aku menantangnya, tak kupedulikan rasa maluku kepada ayah.

Tanganku masih tergantung didepan.

See...? Paling juga kau tak berani. Dan aku akan terbangun di kasurku yang berantakan.

Kau tertawa, masih menatapku tak percaya tapi kau mengulurkan tanganmu.

'Tidak! jangan berani mengulurkan tanganmu atau aku akan terbangun sedetik sebelum atau sesudah tanganmu menyentuh tanganku. Tidak.. jangan.. kumohon... Aku tak ingin ini berakhir.. Aku tak ingin ini hanya mimpi.'

Kemudian tanganmu menemui tanganku.

Bukan hanya menyentuh, tapi menggenggamnya.

Seketika nyawaku seolah ditarik ke ubun-ubun.

Ku hitung satu detik,

dua detik.

Kau tak menghilang. 

Aku mencoba meremas tanganmu. Kau tersenyum menyakinkan bahwa ini nyata.

Ini nyata?

Kuremas lagi tanganmu. Kau bereaksi. Hangat.

Hatiku membuncah.

Ini nyata!

Kau di genggamanku.

Tak menghilang.

Sesuatu berdesir didadaku.

'Mine.'

Menggema disegala tubuhku.

Kau tertawa melihat tingkahku.

'Mine... mine, mine,mine... MINE...!'

Aku tertawa.

'Milikku, dengar dunia? DIA MILIKKU!'

'Milikmu,' kau katakan itu lewat matamu.

Nyata! Ini nyata. Aku merasakanmu dan kau tetap ada.

Aku menggenggammu dan kau tak kemana.

Ini nyata!

Dunia, apa kau tau apa yang kurasakan saat ini?

BAHAGIA...!

Lalu kemudian mataku terbuka.

Pagi itu, aku dendam setengah mati pada Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun