Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Pemerhati literasi | peneliti bahasa | penulis buku bahasa Inggris

Menulis untuk berbagi ilmu | Pengajar TOEFL dan IELTS | Penulis materi belajar bahasa Inggris| Menguasai kurikulum Cambridge Interchange dan Cambridge Think | Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Penjurusan di SMA, Gambaran Kurikulum Gagal atau Kebijakan Sentimental?

17 April 2025   14:07 Diperbarui: 18 April 2025   15:03 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: perubahan kurikulum. (Sumber: KOMPAS/SPY)

Di sekolah berstempel negara, proses transfer ilmu berstandar biasa saja. Laporan akhir siswa bukan cerminan kemampuan asli mereka. Kualitas soal ujian berbanding lurus dengan kualitas guru yang mengajar di sekolah.

Jika demikian, apa makna pergantiaan kurikulum?

Kurikulum semestinya menjadi tempat pegangan guru-guru di sekolah. Kalau tempat pegangan terbuat dari kayu rapuh, apa yang mau dipertahankan?

Merubah kurikulum sama dengan merubah wajah pendidikan. Jadi, konsekuensinya bersifat jangka panjang, bukan sebagai ajang mempertontonkan kebijakan. 

Bayangkan bagaimana kualitas anak didik 10-30 tahun kedepan jika desain kurikulum bersifat sementara?

Hal yang sama berlaku pada penjurusan di SMA. Adakah pemerintah memiliki gambaran utuh akan dampak jangka panjang dari kebijakan penjurusan siswa di tingkat sekolah menengah atas?

Kualitas Guru dan Buku Ajar

Indonesia belum memperhitungkan kualitas guru dan kesiapan guru. Dalam artian, rasio guru dan siswa hasil penjurusan semestinya dipetakan dengan pertimbangan kemampuan siswa dan minat.

Kita tahu bahwa rasio guru dan siswa-siswi di sekolah tidak mencukupi. Satu guru diharuskan mengajar 30-40 siswa per kelas. Belum lagi berbicara keahlian guru di bidang pelajaran yang diasuh.

Buku ajar pegangan guru pun masih kurang. Banyak siswa berjuang keras untuk mendapatkan buku cetak. Disaat yang sama guru 'dipaksa' mengajar beberapa pelajaran dengan bahan terbatas. 

Orang tua dengan penghasilan pas-pasan bergantung pada buku-buku terbitan lama. Orientasi belajar sebatas laporan di atas kertas. Bahkan, kualitas belajar siswa sulit dibuktikan jika mengandalkan hasil asesmen sekolah. 

Kesiapan kurikulum dan kualitas guru menentukan kontribusi penjurusan. Guru mesti tahu kemampuan asli siswa dan arah minat belajar mereka. Jika penjurusan berstandar pada hasil ujian semata, maka kesiapan belajar siswa dipertanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun