Di luar sana, purnama  menebar benderang keemasan . Suara unggas malam  bersahutan. Gumpalan awan tipis  menyembuyikan kerlip bintang. Takjub  mereka berdua  menatap malam. Semilir semerbak wangi bunga dari taman belakang.  bunga sedap malam, melati  thailand  , dan cempaka kesukaan  Maretta sedang marak bersemi.
Larut malam.  Mereka, ibu dan anak,  merebahkan  tubuh di atas pembaringan, setelah memadamkan lampu. Dalam hening, sesekali  terdengar unggas malam bersahutan. Wanita  berusia jelang paruh baya ini memperbaiki selimut putrinya yang sudah mulai lelap. Membelai keningnya dengan penuh sayang. Seraya memanjatkan doa, agar jiwa putri  tercintanya  sehat kembali seperti  sediakala.Â
Matanya mulai  terpejam oleh rasa kantuk . Malam kian larut, semakin lelap dalam tidur..... Â
Belum begitu lama, entah kenapa ibundanya seketika  kembali terjaga. Ada suara aneh, ada angin berhembus , dan benderang sinar. Kembali ibunda Maretta terduduk. Ada yang  aneh. Terkejut  , heran, bingung .... saat membuka mata selebar  mungkin, ia membelalakkan kedua matanya.Â
 Mereka berdua tidak lagi berada dalam sebuah kamar. Tempat asing. Ini pasti mimpi, ia membatin.Â
Lebih terkejut lagi , tiba-tiba  ada sosok lelaki muda duduk di hadapan mereka. Wajahnya menampakkan keramahan, ekspresi bersahabat. Senyumnya terkembang  sambil menatap ke dua wanita itu silih berganti. Menatap Maretta dan ibunya  dengan heran.Â
"Kandita? Surprise..., tumben, ajaib, kamu datang  tidak sendirian..... Siapa yang kau ajak itu?" lelaki berwajah  itu  menyapanya.
"Ini ibuku Pak...., sengaja kuajak ibu. Karena  aku ingin ia kenal bapak. Bukankah sebetulnya ,  aku pertama kenal dan ketemu bapak 20 tahun silam. Waktu itu  bapak kan masih belia..... Aku suka cerita kepada ibuku, tentang bapak.... Tapi disangka aku sakit jiwa... Tapi kan itu bapak di masa silam, waktu bapak muda......  Sekarang ini kan beda,  bapak sudah punya putra......Usia bapak kan sudah tambah 20 ..... Ya beda...  Aku ingin ibuku tahu...., tentang bapak...." jawab  Maretta .
"Ibundanya Kandita.... Salam hormat saya  buat ibu. Oya Kandita....., dulu ...waktu aku masih muda, sebetulnya aku jatuh cinta pada kamu.... Kamu itu keajaiban, mahluk asing  yang hanya aku bisa melihatmu. Orang lain tidak. Kita berasal dari dua dimensi aneh, dimensi waktu yang berbeda. Ibu, dan Kandita..... Sore ini  aku ingin  menunjukkan  ini..... Perhatikan, ini lukisan karyaku sendiri , potret dirimu..., karena aku mengagumi...kamu," lelaki itu mengakui perasaannya di masa silam.Â
Ada sebuah lukisan terpajang, wajah Maretta , dalam lukisan itu.Â
Ibunda Maretta ketakutan. Ia mencubiti tangannya. Sekaligus ia terpana, lukisan itu mirip dengan Maretta. Lebih aneh lagi, ia melihat Maretta mengenakan kostum entah darimana, kebaya  klasik. Dan motif batik .Â