Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Roman

Aksi Pendekar Seruling Sakti Tuntut Tahta

7 September 2023   05:47 Diperbarui: 8 September 2023   04:20 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar ancaman Bagus Tinukur, Mbah Kikuk dan Panembahan Jati justru tertawa keras, mereka berdua lalu tiba-tiba naik dari permukaan tanah dengan duduk di permadani. Melihat hal itu, Wahyudi langsung teringat pernah melihat kedua tokoh sakti yang naik permadani inilah yang memberi petunjuk hilangnya Abu Arang, Danang dan Bagus Tinukur kepada Raja Slamet ke hutan Mantingan. Kontan Wahyudi langsung mencegah Bagus Tinukur berbuat lebih jauh.

"Tunggu! Jangan sembarangan, Bagus! Kedua sesepuh ini sangat dihormati oleh Kanda Raja Slamet, kakekmu!" teriak Wahyudi.

Mbah Kikuk dan Panembahan Jati berhenti tertawa setelah mendengar ada yang mengenal mereka dengan Raja Slamet.

"Anak muda, siapa gerangan dirimu?" tanya Mbah Kikuk.

"Bagaimana kamu dapat mengenal kami?" tanya Panembahan Jati.

"Hamba, Wahyudi putra tunggal Ki Ageng Batman dengan Putri Biyan, Eyang," jawab Wahyudi.

"Putra tunggal? Ha ha. Ke mana saja kamu selama ini. Wahyudi?" tanya Mbah Kikuk.

"Dia, asik berteman dengan pendekar, Mbah," jawab Panembahan Jati.

"Sampai-sampai sudah mempunyai dua adik laki-laki pun, dia tidak tahu, hihi," tambah Panembahan Jati.

"Banyak yang mereka tidak tahu. Di istana Kerajaan Matraman Raya akan ada KLB saja mereka tidak tahu!" seru Mbah Kikuk.

Mendengar pembicaraan mereka yang seolah tahu banyak tentang Kerajaan Matraman Raya, apalagi Wahyudi mengatakan kalau kedua tokoh sakti itu tahu kalau mereka bertiga Danang, Abu Arang dan Bagus Tinukur hilang di hutan Mantingan, Danang pun langsung menaruh hormat kepada kedua orang tokoh sakti tersebut.

"Raja Kerajaan Matraman Raya, Danang Sayidin Panotogomo mohon petunjuk kepada kedua Eyang," tutur Danang.

"Jalan-jalan saja bagi-bagi hadiah, sedekah harta, sedekah cinta. Biar Kerajaan diambil orang!" seru Panembahan Jati.

"Apakah maksud Eyang berdua, di Istana Kerajaan Matraman Raya akan ada Kongres Luar Biasa?" tanya Wahyudi dengan penuh hormat.

"Kejadian Luar Biasa! Kalau tidak segera ditangani dengan baik, maka tinggu saja akibatnya!" seru Mbah Kikuk.

Mendengar perkataan kedua tokoh sakti itu, Danang pun segera bersiap untuk pulang kembali ke Istana Kerajaan Matraman Raya. Tanpa ingin minta penjelasan lebih lanjut, khawatir kedua tokoh sakti itu justru marah kepada mereka, Danang mengajak rombongan untuk segera meninggalkan tempat itu.

"Paduka, bolehkan Nabilla istirahat di sini. Nabilla sudah terlalu lama tinggal di tepi laut. Nabilla ingin mencoba tinggal di lereng gunung ini. Lagian Nabilla sudah sering muntah-muntah. Tidak kuat lagi kalau ikut Paduka pergi ke Istana Kerajaan Matraman Raya. Apalagi kalau nanti sampai terjadi Kerumunan Luar Biasa di sana. Bukan begitu, Kak Puja?" sambil minta izin Danang, Nabilla seolah ingin minta dukungan Puja.

"Betul kata Nabilla, Paduka. Mohon kami diizinkan untuk merepotkan kedua tokoh sakti ini di sini lebih lama," seru Puja penuh pengertian kepada keinginan Nabilla.

"Mohon kepada kedua Eyang, sudilah kiranya, kami merepotkan, untuk menitipkan istri-istri kami di 'Padepokan Mangan Ra Mbayar' milik, Eyang," pinta Wahyudi.

"Bagaimana Panembahan?" tanya Mbah Kikuk.

"Terserah Mbah sebagai pemilik tunggal," jawab Panembahan Jati.

"Baiklah, siapa nama putri-putri yang mau tinggal di sini?" tanya Mbah Kikuk.

"Saya Nabilla, Eyang. Saya harus panggil Eyang siapa?" sapa Nabilla.

"Panggil saja beliau Mbah," seru Panembahan Jati, sambil menunjuk Mbah Kikuk.

"Saya Puja, Eyang.  Saya harus panggil Eyang siapa?" sapa Puja.

"Panggil saja beliau Panembahan," seru Mbah Kikuk sambil menunjuk Panembahan Jati.

Mendengar kedua tokoh sakti itu telah menyetujui permintaan Wahyudi untuk menitipkan Nabilla dan Puja, Danang yang sebetulnya ingin mengajak Nabilla ke istana Kerajaan Matraman Raya menjadi sungkan dan langsung mohon pamit.

"Eyang Mbah dan Eyang Panembahan, kami mohon pamit untuk segera mengatasi KLB di Istana Kerajaan Matraman Raya. Terima kasih kami ucapkan akan kebaikan Eyang yang mau menerima Nabilla dan Puja. Mohon maaf kalau Danang, Bagus Tinukur serta Wahyudi ada salah-salah ucap kepada Eyang berdua," sabda Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya.
Setelah mohon pamit, maka Danang, Bagus Tinukur dan Wahyudi langsung terbang dari 'Padepokan Mangan Ra Mbayar' di lereng gunung Bromo menuju istana Kerajaan Matraman Raya.
***

"Aku lapar." Begitu gaya Abu Arang memelas kepada Putri Pambayun, jika dia tahu kalau Putri Pambayun berusaha mengintipnya dari jendela.

"Hantu kopong!" desis Putri Pambayun jengkel, melihat ulah Abu Arang yang kerjanya tidur saja di kamar. Namun, tetap saja Putri Pambayun mengirim hidangan ke kamar Abu Arang.

Setelah makan dikirim oleh Putri Pambayun, Abu Arang langsung makan dan kemudian tidur lagi. Namun, itu hanya dilakukan Abu Arang sebentar, kemudian dia melirik ke arah jendela sambil mencari tahu, apakah Baginda Raja Armanda sedang berlatih. Jika dilihatnya Baginda Raja Armanda berlatih, Abu Arang akan memperhatikan gerakan yang dilakukan Baginda Raja Armanda. Namun, jika tidak dilihatnya Baginda Raja Armanda berlatih, Abu Arang mencoba mengingat-ingat sendiri gerakan itu. Tentu saja gerakan Abu Arang bukan saja tidak sempurna, tetapi bisa saja salah, karena gerakan itu hanya hasil dari mengintip, bukan belajar secara langsung dari Baginda Raja Armanda. Hal itu dapat berakibat buruk pada saatnya, tetapi tidak disadari oleh Abu Arang.        

"Alhamdulillah, kondisi badanku semakin segar setelah mencoba mengikuti latihan yang dilakukan Eyang Baginda Raja Armanda," desis Abu Arang.

'Mungki sudah saatnya, aku keluar dan mulai mengenal gadis manis itu,' pikir Abu Arang.
***

"Hai, Danang, keluarlah dari istana! Ini Aku Adi, Pendekar Seruling Sakti, pewaris tahta Kerajaan Matraman Raya yang sesungguhnya! Lawan aku, Danang!" teriak Adi di luar istana.

Aksi Adi ini kemudian menimbulkan kerumunan, karena ada orang-orang yang mulai berdatangan untuk melihat. Sementara di dalam istana, Ustaz Bondan Kaja, Putri Raisa, Putri Biyan dan Dewi Anya serta bayi Pangeran Musthofa masih terdiam melihat aksi Adi itu.

"Apakah itu pemuda kurang ajar yang kita temui di Pasar klewer waktu itu, Putri Raisa?" tanya Putri Biyan.

"Bisa jadi, Bunda. Kalau melihat keberaniannya mengaku bernama Adi dan wajahnya mirip Raja Adi, apakah pemuda itu ada hubungan dengan Raja Adi?" jawab Putri Raisa, juga bingung.

"Paduka ... di manakah ... gerangan Paduka berada?" isak Dewi Anya sambil menggendong Pangeran Musthofa.

"Putri Raisa, apakah tidak sebaiknya kita mengirim utusan untuk menjemput Ayahanda Pujangga Halim ke istana?" usul Ustaz Bondan Kaja.

"Tapi menurut prajurit, istana seperti sudah dikepung oleh kerumunan orang yang mulai mengelu-elukan Adi, anak muda itu. Kabarnya Jendral GaZa, juga berada di sana. Astagfirullah, Danang, Paduka ini sedang berada di mana? Kemarin hilang karena bermain-main di Tanah Perdikan Malembang di tepian Kali Gajah Wong. Alhamdulillah sudah ketemu. Sudah pula menikah dengan menantuku yang cantik Dewi Anya. Kok sekarang menghilang lagi, Paduka ... Paduka ... Putra tunggalku," tangis Putri Raisa.

"Danang, ayo keluar! Aku anak tunggal Raja Adi. Akulah pewaris tahta Kerajaan Matraman Raya yang sah. Keluar dan turun kau dari tahtamu, Danang!" teriak Adi yang suaranya terdengar sampai ke dalam Istana Kerajaan Matraman Raya. Masyarakat banyak pun semakin memenuhi lapangan di luar istana karena Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya belum ke luar juga.

"Kanda Ustaz Bondan Kaja, apa yang harus kita lakukan?" tanya Putri Raisa.
Ustaz Bondan Kaja sedang serius berdoa. Mulutnya berkomat-kamit tanpa terdengar suara. Kalaupun muncul suara yang paling sering adalah Astagfirullah.

"Ayo Danang cepat keluar! Kalau tidak keluar juga. Istana ini akan kurusak dengan Seruling Sakti milikku!" teriak Adi.

"Raja Danang, ayo keluar!" teriak masyarakat yang mulai banyak yang mendukung Adi, karena melihat Danang tidak keluar juga.

"Kanda, bagaimana ini?" isak Putri Raisa.

"Danang, rasakan kehebatanku, Adi Pendekar Seruling Sakti!" teriak Adi. Lalu Adi pun mulai meniup seruling saktinnya. Adi mulai fokus dengan kedua tangan dan bibirnya dan meniup seruling. Begitu Adi meniup seruling, maka angin yang sangat kuat berembus ke arah istana. Orang-orang yang berkerumun dan kebetulan berada di depan Adi, sebagian pakaiannya mulai ada yang sobek. Sontak orang yang berkerumun di depan Adi, mulai minggir dan beralih di belakang Adi. terdengar bunyi krak. Atap istana Kerajaan Matraman Raya mulai ada yang terbang.

Melihat kejadian sudah mulai genting, akhirnya Ustaz Bondan Kaja bertindak. Dari jauh mulai terdengar bunyi petir menggelegar. Sementara bukan hanya atap, tetapi daun jendela pun mulai ada yang berjatuhan. Dewi Anya mulai ketakutan, sambil mengendong Pangeran Musthofa, Dewi Anya memeluk Putri Raisa. Putri Biyan ikut memeluk Dewi Anya pula.

Suara seruling Adi semakin keras, angin semakin kuat, jendela istana semakin banyak yang jatuh, bahkan pintu istana mulai ada yang terbuka. Namun, petir pun mulai banyak muncul di langit. Orang-orang yang berkerumun di belakang Adi mulai berlarian. Mereka takut terkena petir. Petir pun mulai ada yang mengarah kepada ke tubuh Adi. Adi sempat terjengkang karena kaget. Namun begitu Adi berdiri, Adi meniup serulingnya semakin keras. Petir pun mulai muncul di atas kepala Adi. sementara benteng Istana Kerajaan Matraman Raya mulai bergetar. Kalau benteng istana runtuh, bisa jadi Adi akan langsung menyerang masuk ke istana. Hal itu akan membahayakan Putri Raisa, Putri Biyan, Dewi Anya dan Pangeran Musthofa.

"Hentikan!" tiba-tiba Danang muncul bersama Bagus Tinukur dan Wahyudi dari langit.

sesudahnya

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun