Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanggapi "Menjerat Gus Dur", Fuad Bawazier: Sampah!

15 Januari 2020   20:19 Diperbarui: 22 Januari 2020   16:04 1697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, cucu pendiri Nahdlatul Ulama dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum PBNU (1984-1999) serta Presiden RI ke-4 | Foto Beritasatu.com

"Biarkan (buku) sampah dibaca sampah, barang sampah, penulisnya sampah. Bagi saya begitu saja karena tidak memenuhi kadar. Gak ada yang bisa memperkuat satu pun bahwa ada dokumen yang seperti itu," ujar Fuad Bawazier menanggapi buku "Menjerat Gus Dur" sebagaimana diberitakan CNN Indonesia.

Berawal dari "Sampah"

Buku yang dirilis pada penghujung tahun 2019 itu bermula dari ditemukannya sebuah dokumen rencana pemakzulan Gus Dur yang berupa surat dari Fuad Bawazier kepada Akbar Tanjung yang diyakini keotentikannya. 

Saat itu, sekitar 2,5 tahun yang lalu, Virdika Rizky Utama yang meliput pemberitaan tentang Setya Novanto di kantor DPP Golkar secara tak sengaja menemukan 4 lembar catatan pada tumpukan berkas yang tengah dibereskan oleh seorang petugas kebersihan. 

Penemuan itu ditindaklanjutinya dengan proses validasi diantaranya dengan mewawancarai para pihak yang terlibat di dalamnya, termasuk Fuad Bawazier.

Menanggapi pernyataan Fuad yang menyebut bukunya sebagai sampah, Virdika menanggapinya dengan santai.

"Saya anggap lucu aja. Ya nggak apa-apa sih. Kalau dia menyebut buku ini sampah, kan saya mewawancarai dia," ujarnya sebagaimana dikutip NU Online. "Padahal dia ini sosok intelektual lho. Tapi komennya kok nyebut sampah," sesalnya.  

Respon Keluarga dan Orang Dekat 

Adik kandung Gus Dur, KH. Sholahuddin Wahid (Gus Solah) turut memberikan tanggapan mengenai dilengserkannya Gus Dur dari tampuk kekuasaan. Dia mengatakan bahwa semua partai di parlemen terlibat dalam pelengseran itu, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kala itu dipimpin oleh Mathori Abdul Jalil. 

Disebutnya pula, ihwal pelengseran itu dipicu oleh keinginan Gus Dur untuk membubarkan DPR yang memperbesar porsi politik dalam pemakzulan tersebut. Demikian dilansir Tempo.

Sementara itu, putri ke dua Gus Dur, Yenny Wahid menguatkan pendapat yang mengatakan tentang pekatnya muatan politik dalam peristiwa itu. Gus Dur yang dikatakan tak kompromistis terhadap sikap koruptif dan tak berpihak pada rakyat membuatnya dimusuhi banyak pihak. 

Dia pun menilai bahwa pelengseran ayahnya dipicu pula oleh pemecatan Kapolri kala itu, Jendral (Pol) Surojo Bimantoro pada 1 Juli 2003 yang kemudian digantikan oleh Komisaris Jenderal (Pol) Chaeruddin Ismail*. 

Menteri Pertahanan di era Gus Dur, Mahfud MD menyoroti konflik itu dari segi hukum. Dilihat dari sisi hukum pidana dan tata negara, jatuhnya Gus Dur bukan disebabkan oleh Buloggate maupun Bruneigate. Terlebih dalam kasus Bulog, Kejaksaan Agung sudah menyatakan bahwa Gus Dur tidak terlibat. Sehingga pertarungan politik lebih mewarnai dalam pemakzulan tersebut. Selengkapnya baca di sini.

Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj tak berkomentar banyak mengenai buku itu. Meski begitu, dia mengatakan bahwa penggulingan Gus Dur itu adalah bagian dari sejarah dan sepatutnya sejarah tetaplah dijaga*.

Sikap Pendukung Gus Dur

Sebanyak 5.000 eksemplar buku yang dicetak oleh Numedia Digital Indonesia langsung ludes terjual saat dibuka pre order tahap pertama pada 9-19 Desember 2019. Animo warga nahdliyin begitu tinggi untuk mengetahui hal ihwal pelengseran sosok yang pernah menjadi orang nomor satu di pengurus harian PBNU itu.

Gus Dur, tak dapat dipungkiri adalah sosok istimewa di mata warga NU. Bukan saja karena dia memiliki darah biru karena merupakan keturunan pendiri NU, Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari, namun juga karena kegigihannya dalam melawan hegemoni Orde Baru.

Dalam sebuah wawancara dengan Andi F Noya di acaranya, Kick Andy, Gus Dur pernah mengatakan bahwa pemimpin Indonesia yang pantas disebut sebagai musuhnya hanyalah Pak Harto. Meski begitu, saat berlebaran pun Gus Dur tetap menyambangi pemimpin Orde Baru itu. 


Begitu santuynya Gus Dur dalam menyikapi perseteruan politik antara dirinya dan rejim Soeharto. Sejarah telah mencatat betapa Soeharto begitu alergi dengan Gus Dur sampai bermaksud untuk mengambil alih kepemimpinan NU dari tangan Gus Dur. Hingga kita ingat begitu mencekamnya suasana Muktamar NU yang diselenggarakan di Cipasung Tasikmalaya pada 1-5 Desember 1994. Selengkapnya baca di sini.

Dalam haul pertama Gus Dur di halaman Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (25/12), putri sulung Gus Dur, Alyssa Wahid mengajak masyarakat untuk meneruskan perjuangan Gus Dur.

Di tengah kondisi bangsa yang pekat dengan kebencian, permusuhan, dan prasangka, hendaklah sikap Gus Dur, para guru dan leluhurnya dapat dijadikan sebagai media pembelajaran agar cita-cita bangsa dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur dapat terwujud.

Pesan itu selayaknya juga diterima sebagai ajakan untuk tak berbuat lebih dalam mengembangkan sikap permusuhan kepada para pihak yang telah "menghabisi" Gus Dur. 

Bukankah jalan cerita bangsa ini juga tercipta oleh sengketa politik antara para pelaku sejarah? Politik selalu dikaitkan dengan kalah dan menang, intrik dalam kekuasaan. Selama bangsa ini eksis, hal itu akan selalu ada.

Buku karya Virdika ini tak selayaknya ditempatkan sebagai sebuah media untuk menyemai bibit permusuhan dan melestarikan kepahitan pihak yang kalah dalam pergumulan siasat. Namun perlu diletakkan sebagai sarana pengingat dan pembelajaran. Karena sejarah akan mudah terhapus jika saja tak ada yang mencatatnya.

Pun tak perlu baper saat buku ini disebut sebagai sampah. Sebab sampahpun berkontribusi dalam menumbuhsuburkan tanaman yang memberikan kesegaran kepada siapapun yang menghirup oksigen yang dihasilkannya dan menyejukkan setiap mata yang memandangnya.

___

Baca juga artikel lainnya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun