Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahar Politik dan Implikasinya

25 Agustus 2022   17:58 Diperbarui: 25 Agustus 2022   18:04 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan menyebut contoh saksi di TPS memerlukan biaya, konsumsi dan transport, belum lagi untuk anggaran atribut kampanye dan lainnya yang tidak terhindarkan. Kesan bahwa Pilkada dengan biaya tinggi benar-benar menjadi realitas.

Dampak ikutan dari persoalan biaya tinggi ini adalah ketidaksempatan pemimpin terpilih---untuk tidak mengatakan tidak peduli---untuk memikirkan kesejahteraan rakyat, tetapi yang ada dalam benaknya bagaimana modal segera kembali dan dampak turunannya adalah sedemikian 'mahalnya' juga untuk menduduki jabatan kepala dinas/instansi/badan dan lainnya. 

Sementara pada saat yang sama banyak regulasi yang membentengi dalam penyelenggaraan pemerintahan. 

Alih-alih bukan kesejahteraan, keselamatan dan kemajuan untuk rakyat, sebaliknya banyak pemimpin di daerah (gubernur/bupati) yang berujung dipenjara. Saat ini korupsi, kebocoran anggaran dan pelaksanaan pembangunan lebih parah dari masa Orde Baru. 

Jika dulu korupsi terkonsentrasi di pemerintahan pusat, kini menjadi tersebar merata di semua lapisan birokrasi, baik dalam tugasnya melaksanakan pembangunan berbasis APBN/APBD demikian juga dalam hubungannya dengan pengusaha swasta.

Bagi ICW isu maraknya 'mahar' politik yang bermunculan di Pilkada serentak 2018 yang lalu sangat memprihatinkan. ICW mensinyalir kontestasi Pilkada 2018 yang lalu 'diperjualbelikan' untuk kepentingan mendanai Pemilu 2019 dari sumber ilegal. Oleh karena itu diperlukan sikap pro aktif Bawaslu untuk menindaklanjuti berbagai dugaan 'mahar' politik yang terjadi. 

Apalagi saat ini sanksi mengenai parpol yang meminta imbalan sudah diatur dalam Undang-Undang Pilkada, calon yang terbukti memberi 'mahar' bisa didiskualifikasi dan Parpolnya dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Bahkan, oknum di Parpol yang menerima imbalan bisa dipidana. Pada pandangan KPU, 'mahar' politik telah menciderai demokrasi, walaupun sulit untuk dibuktikan.

Absurditas Syahwat Kekuasaan

Salah satu buah penting dari reformasi menurut Azra adalah tersedianya ruang kebebasan yang kian terasa cenderung tak bertepi. Setiap suara, keinginan dan kepentingan memiliki hak yang sama untuk diaktualisasikan berbagai kalangan. 

Namun suara itu akan menjadi riuh, keinginan akan menjadi gaduh, bahkan kepentingan akan berbuah rusuh, ketika upaya mewujudkannya dilakukan tanpa aturan. Inilah yang kita saksikan belakangan ini terkait dengan aktualisasi kepentingan elite politik dan menguatnya aspirasi masyarakat yang cenderung tak terkendali. 

Politik menjadi pintu masuk pemuas hasrat meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Akibatnya demokrasi mengalami deviasi karena tindakan dan aksi atas nama demokrasi tak jarang berujung anarki. Ini semua merupakan muara dari perilaku politik yang mengalir melampaui mekanisme dan sistem yang tertoreh dalam konstitusi dan tata tertib hukum (law and order).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun