Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Surabaya Pilihan

Memotret Kawasan Kumuh dalam Jalur Keberlanjutan Kota Surabaya

27 Juni 2025   00:32 Diperbarui: 27 Juni 2025   00:40 2811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Surabaya berhasil meraih predikat sebagai kota dengan capaian SDGs terbaik versi I-SIM for Cities yang diselenggarakan oleh BAPPENAS RI dalam ajang SDGs Action Award 2024 (apeksi.id, 2024). 

Capaian ini tentu menjadi kebanggaan, tidak hanya bagi pemerintah kota, tetapi juga seluruh masyarakat Surabaya.

Sebagaimana dalam kompetisi mana pun, kemenangan diberikan kepada mereka yang memenuhi indikator dan kriteria yang telah ditentukan. 

Dalam konteks ini, capaian Surabaya menunjukkan bahwa kota ini telah progresif dalam berbagai aspek pembangunan berkelanjutan dari pengelolaan lingkungan, pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur dasar.

Namun, sebuah capaian bukan berarti tanpa pekerjaan rumah. 

Prestasi ini justru seharusnya mendorong kita melihat lebih jernih ke sisi-sisi kota yang selama ini berada di luar sorotan.

Bayangan di Balik Sorotan

Meskipun demikian, di balik sorotan keberhasilan tersebut, masih ada bayang-bayang persoalan klasik yang belum sepenuhnya terselesaikan: kawasan permukiman kumuh. 

Isu ini menjadi semacam tes lakmus sejauh mana keberlanjutan kota benar-benar merata dan inklusif bagi semua warganya.

Keberadaan kawasan kumuh bukan hanya soal visual yang semrawut atau gang sempit. 

Ia adalah cerminan dari ketimpangan akses terhadap hunian layak, air bersih, sanitasi, dan ruang hidup yang sehat elemen-elemen yang justru menjadi inti dari SDG 11Sustainable Cities and Comunities


Kumuh, Masalah Lama Wajah Baru

Permukiman kumuh bukanlah fenomena baru. Sejarah mencatat bahwa kota-kota besar dunia seperti Babylon, Roma, hingga London pernah menghadapi tantangan pemukiman tak layak yang muncul seiring derasnya arus urbanisasi.

Hingga hari ini, kawasan kumuh tetap menjadi bagian dari realitas urban di berbagai belahan dunia termasuk di Surabaya. 

Wilayah-wilayah seperti Kapasari, Tambaksari, Putat Jaya, hingga bantaran sungai dan rel kereta di Jepara dan Dupak menunjukkan bahwa tantangan ini belum sepenuhnya usai. 

Beberapa di antaranya bahkan berada di jantung kota, berdampingan dengan wilayah yang sudah tertata.


Belajar dari Dunia, Meneropong Surabaya

Surabaya patut belajar dari pengalaman kota Medelln di Kolombia yang awalnya dipuji dunia karena keberhasilannya dengan pendekatan Social Urbanism. Namun dalam implementasinya, kota tersebut justru menghadapi proses gentrifikasi penggusuran terselubung yang menggusur warga miskin demi estetika kota.

Surabaya sendiri telah memiliki sejumlah program strategis seperti Kampung Tematik (sejak 2016), Normalisasi Sungai Kalimas berbasis Eco-Drainage, dan pembangunan Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa). Program-program ini menunjukkan komitmen pemerintah kota dalam menjawab tantangan permukiman kumuh secara berkelanjutan.

Seluruh program tersebut tentu memiliki kontribusinya masing-masing terhadap pengurangan kawasan kumuh di Surabaya. 

Namun, kontribusi ini perlu dirawat, dijaga, dan yang terpenting: dimasukkan secara formal dalam dokumen perencanaan jangka menengah daerah (RPJMD) agar terhubung langsung dengan kerangka SDGs. 

Dengan begitu, pendekatannya tidak hanya proyek, tetapi menjadi sistematis, berkelanjutan, dan terukur.

Menutup Ketimpangan, Merawat Keberlanjutan

Keberhasilan Surabaya dalam indikator nasional tidak boleh membuat kita lalai melihat realitas warga yang belum tersentuh kemajuan. 

Kawasan kumuh adalah cermin sosial sejauh mana pembangunan berpihak pada kelompok yang paling rentan.

Kota yang berkelanjutan bukan hanya soal trotoar lebar, taman indah, atau teknologi canggih, tetapi tentang menjamin hak dasar dan martabat setiap warga termasuk mereka yang tinggal di gang sempit dan bantaran sungai. 

Di situlah sebenarnya keberlanjutan diuji.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun