Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Sungkem Hingga Perang, Seni Maaf dalam Alam Pikir Jawa

4 April 2025   13:31 Diperbarui: 4 April 2025   13:31 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Artificial Intelligent

"Sing sapa nanduk, kudu siap nandang."

(Siapa yang melukai, harus siap dilukai.)

Ungkapan ini menggambarkan bagaimana konsep maaf dalam budaya Jawa bukan sekadar kata ringan yang meluncur dari lidah. Ia adalah laku batin, tanggung jawab sosial, sekaligus tata nilai luhur yang ditenun oleh pengalaman sejarah, ajaran spiritual, dan filosofi hidup orang Jawa. 

Namun, di era modern, permintaan maaf sering kali hanya menjadi formalitas retoris, kehilangan makna mendalam yang dulu dijunjung tinggi oleh leluhur.

Dalam bahasa Jawa, "maaf" lebih sering hadir dalam bentuk pangaksama, suwun ngapura, atau nyuwun agunging samudra pangaksami. Ungkapan-ungkapan ini tidak hanya berarti meminta maaf, tetapi juga mencerminkan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan serta keikhlasan memberi ruang bagi perbaikan. 

Dengan demikian, maaf tidak berhenti di bibir, tetapi harus tumbuh dalam sikap.

Bagi orang Jawa, memberi dan menerima maaf sering kali melewati jalan panjang: melalui diam, jarak, pengorbanan, hingga ritus budaya seperti slametan atau sungkeman. 

Dalam kehidupan sehari-hari, penghormatan terhadap orang tua, guru, atau sesepuh melalui sungkem bukan sekadar tindakan fisik, melainkan ekspresi penghormatan dan keikhlasan hati untuk menerima pengampunan serta merajut kembali hubungan yang mungkin sempat renggang.

Mengingat Maaf dalam Perbendaharaan Kisah Jawa

Dalam dunia ksatria Jawa, seperti tergambar dalam tokoh-tokoh pewayangan dan sejarah kerajaan, maaf tidak selalu berbentuk permohonan yang lembut. Maaf bisa lahir dari perlawanan terhadap keangkuhan, dari pertempuran untuk menebus kesalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun