Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (49): Melankolia Oh Melankolia

13 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 13 Maret 2021   04:07 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.artstation.com

Kadangkala cerita hidup berhenti sejenak atau pun lama, tiba-tiba di suatu waktu yang tak pernah memberi tanda apapun cerita itu serasa tersambung kembali dengan membawa segala rasa di hati. Inilah hidup, sebuah pergulatan rasa dan asa antar manusia dalam kuasa semesta.

Lelah, aku sudah lelah mengayuh sepedaku dalam perjalanan pulang. Kuputuskan mampir sejenak di Taman Bintang, karena tempat itu terkenal tinggi untuk melihat bintang dengan mata telanjang. 

Karena hari belum memasuki malam, yang bisa kulihat baru langit sore sampai ujung cakrawala. Indah sekali pemandangan Teluk Itomori sore hari itu. 

Kuputuskan untuk membunuh waktu dengan membaca buku harianku. Inilah kehidupanku sekarang, bangun, mengantar tahu ke Gunung Akina, kuliah, pulang, lalu bersepeda ke Taman Bintang sambil beristirahat di sini. Kulanjutkan membuka lembaran buku harianku yang diberikan pada hari ulang tahunku.

Kutatap mega di langit utara, disinari cahaya lampu menara mercusuar. Tiba-tiba aku teringat sosoknya yang dulu duduk di pinggiran ilalang. Dulu kami berboncengan naik sepeda dari desa ke Taman Bintang. 

Melewati pematang sungai Arakawa yang memotong sawah-sawah warga desa. Kurasa saat itu hatiku masih berkecamuk dikacaukan oleh perasaanku sendiri. 

Revolusi prinsipku berbeda sejak aku menghabiskan waktuku dengan dia sepulang sekolah tiap sore. Sekarang pematang sawah itu sudah lebih lebar daripada saat kami sering melewatinya. Kucabut sehelai ilalang di tempat kami dulu duduk dan minum teh buatannya.

Langit mulai menampakkan keunguannya, matahari mulai tersipu malu. Membenamkan dirinya jauh di ujung lautan sana. Kuambil sepedaku yang tersangkut dedaunan ilalang dan kutarik dari rantai sepedaku. 

Karena tidak hati-hati tanganku tak sengaja tergores rantai sepeda dan mulai terlihat tinta darah. Sontak kucuci di aliran sungai dan kuseka tanganku dengan koran yang kuselipkan di boncengan sepedaku. 

Darah akhirnya berhenti mengalir dari tanganku dan kuputuskan koma dari naik sepeda dalam perjalanan. Melewati jalan raya saja karena kalau malam akan lebih terang di sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun