"Aku ingin ketemu Letnan Kelud Duwasa...!"
Kedua petugas itu terperanjat, Â "Sungguh songong kakek ini...?" pikir mereka. Salah seorang tiba-tiba mendorong Bagasiwi, yang tidak menyangka sama sekali tindakan ini, dan menghempaskan tubuhnya yang renta itu ke arah dinding pos. Suara benturan itu keras sekali hingga menggetarkan dindingnya, juga serasa meremukkan tulang-tulang Bagasiwi.
"Kau siapa...!" hardik petugas itu, ludahnya muncrat menimpa pipi dan mata Bagasiwi, tangannya melintang menekan lehernya. Sedangkan tangan satunya dengan cepat sudah menelikung tangan Bagasiwi kebelakang. Petugas satunya meneliti dari ujung kaki sampai ujung rambut penampilan Bagasiwi, seorang kakek berbadan ringkih meski kelihatan masih tegap.
Bagasiwi mengerang-erang, suaranya hanya tersendat ditenggorokan, rasanya seperti dicekik, apalagi lengan yang ditelikung rasa sakitnya seakan mau lepas dari bahu.
"Kau orangnya Kuda Terbang?" seru petugas setelah meneliti penampilan Bagasiwi Â
Bagasiwi yang ditekan lehernya, bernafas saja susah apalagi menjawab dengan kata-kata, maka dia hanya bisa menganggukan kepala, sambil menyumpah serapah dalam hati.
Petugas itu akhirnya benar-benar melepaskan telikungannya dan tekanan tangannya di leher Bagasiwi, lalu berkata dengan nada mengancam,
"Aku tidak pernah melihatmu, no bokis...!"
Bagasiwi yang sudah terbebas dari himpitan tubuh petugas itu, seolah tidak mendengar ucapan petugas tadi, dia benar-benar sudah meradang menerima perlakuan ini, mulutnya siap-siap meledakan makian,
"Jancookkk, diammpuutttt, assuuu, bedesss...,opo koen pingin di Papua kan!!"
Tapi dua petugas itu malah mesam-mesem mendengar umpatan itu, sambil berlagak mirip banci kaleng, tiba-tiba tangannya mencolek dagu Bagasiwi...satu kali, towel lagi...dua kali,