Kalau hukum memungkinkan, apakah ini sah secara formal? Mungkin ya; apakah ini adil secara sosial dan konstitusional? Besar kemungkinan tidak.
Hukum yang netral terhadap dokumen bisa mengabaikan kebenaran historis dan hak kolektif. Di sinilah peran negara sejatinya: menegakkan hukum teknis tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat adat atau komunitas lokal.
Pemerintah wajib meninjau ulang proses verifikasi, inventarisasi aset desa, dan memberi perlindungan khusus untuk tanah yang punya status historis atau adat agar tidak mudah dikonversi menjadi agunan oleh pihak ketiga.
Kasus Nyata: Randusari dan Situbondo
Persisnya di Randusari, Boyolali, tanah kas desa ditukar guling, dan sertifikatnya dibalik nama pribadi sejak 1980-an, lalu dijadikan agunan bank. Di Situbondo, warga mendapati sertifikat tanahnya---yang mestinya milik pribadi---digunakan sebagai jaminan oleh kepala desa tanpa persetujuan yang jelas. Kasuskasus ini menunjukkan bahwa "desa sebagai agunan" bukan semata istilah teoritis, tetapi kenyataan yang sudah terjadi berulang kali.
Regulasi "Dana Desa sebagai Jaminan"
Regulasi PMK 49/2025 memperbolehkan sebagian Dana Desa dan dana umum lain menjadi penjamin bagi koperasi desa yang mengambil pinjaman. Walau berbeda dengan tanah desa yang dijaminkan, ini tetap relevan sebagai bagian dari pola kelembagaan di mana desa atau aset desa dijadikan agunan orang ketiga dalam perjanjian keuangan.
Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah
Apa yang harus dilakukan pemerintah sekarang? Pertama, audit sertifikat yang menjadi dasar agunan---terutama untuk kasus yang berbau komunitas adat atau desa lama.
Kedua, perkuat mekanisme perlindungan pihak ketiga (warga desa) dalam proses lelang sehingga pelelangan tidak menghilangkan hak yang sah tanpa kompensasi.
Ketiga, perbaiki tata kelola lembaga pertanahan dan PPAT: ada unsur integritas yang harus dijaga.