Reaksi Publik: Antara Dukung dan Kritis
Di media sosial, reaksinya beragam. Pendukung Abraham memuji keberaniannya mengangkat isu sensitif, menganggap ini ujian demokrasi dan kebebasan berbicara. "Kalau kritik dilarang, kita mau belajar apa?" tulis seorang warganet.
Tapi tak sedikit juga yang kritis. Ada yang bilang, "Kalau mau edukasi, undang semua pihak. Kalau cuma satu sisi, itu bukan edukasi, itu kampanye." Beberapa jurnalis senior bahkan mengingatkan, podcast adalah media publik yang tetap tunduk pada UU ITE dan KUHP.
---
Bagaimana Seharusnya Podcast Edukatif?
Podcast yang benar-benar mencerdaskan harus menghadirkan semua perspektif---pro, kontra, dan netral. Audiens butuh informasi yang bisa ditimbang, bukan dihafalkan. Tanpa itu, diskusi berubah menjadi ruang gema---suara yang sama memantul bolak-balik tanpa ada bantahan.
Aristoteles pernah bilang, "Pendidikan itu menyalakan api, bukan mengisi bejana." Tapi kalau apinya diarahkan ke satu sisi, yang terbakar hanya satu kubu. John Stuart Mill juga mengingatkan, "Kebebasan sejati adalah saat kita mau mendengar pendapat yang tidak kita sukai."
---
Penutup: Jujur Dulu, Baru Edukatif
Abraham boleh saja menyebut podcast-nya edukatif. Tapi publik berhak menilai dari isinya. Kalau hanya mengundang pengkritik, tanpa membuka ruang bagi pihak yang mendukung atau membela kebijakan, maka "edukasi" itu terasa pincang.
Edukasi yang obyektif itu seperti lampu sorot---menerangi seluruh ruangan, bukan hanya sudut yang kita mau lihat. Dan kalau memang ingin mencerdaskan, jangan takut menghadirkan suara yang berbeda. Karena justru di situlah letak pendidikan yang sebenarnya.***MG
---