Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo yang Beri Amnesti dan Abolisi, Tapi Jokowi yang Dicari?

14 Agustus 2025   13:47 Diperbarui: 14 Agustus 2025   13:47 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo dan Jokowi (Antara)

"Kalau semua salah Jokowi, maka kebenaran tinggal menunggu presiden berikutnya minta izin." -- Catatan sarkasme dari kafe politik Tanah Abang.

Entah sihir macam apa yang melekat pada nama Joko Widodo hingga setiap badai politik selalu berujung di pintu rumahnya. Kali ini, ketika Presiden de jure dan de facto adalah Prabowo Subianto, publik justru kembali menyeret nama mantan presiden dua periode itu. Ibarat mantan yang sudah menikah lagi, Jokowi tetap dituduh menjadi penyebab retaknya rumah tangga orang lain.

Prabowo Memberi Amnesti dan Abolisi, Tapi Jokowi yang Diseret

Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Lembong menjadi topik panas dalam beberapa pekan terakhir. Reaksi publik pun beragam: sebagian memuji sebagai langkah rekonsiliasi politik, sebagian lagi mencibir sebagai preseden buruk dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Namun yang paling menarik adalah munculnya narasi bahwa semua ini terjadi karena bayang-bayang Jokowi. Ada yang mengatakan Jokowi masih bermain di belakang layar. Ada pula yang berspekulasi bahwa keputusan ini adalah bentuk "balas jasa" atau "balas dendam" terhadap peran Jokowi dalam dua pengadilan besar: Pengadilan Rakyat (opini publik) dan Pengadilan Kekuasaan (politik dalam).

Sebentar, Sebentar... Bukankah Jokowi Sudah "Pensiun"?

Data paling sederhana menunjukkan: saat ini Presiden Republik Indonesia adalah Prabowo Subianto. Keputusan amnesti dan abolisi itu ditandatangani oleh dia, diumumkan oleh dia, dan dilaksanakan di era pemerintahannya. Jokowi? Sudah tidak punya jabatan, tidak memimpin rapat kabinet, tidak menyetujui keputusan-keputusan politik kenegaraan.

Tapi anehnya, ketika keputusan Prabowo menuai polemik, media sosial seperti refleks menyalahkan Jokowi. Komentar seperti "Ini pasti pengaruh Jokowi" atau "Jokowi masih pegang kendali kekuasaan" berseliweran seperti burung camar di atas bangkai politik.

Lucunya, saat Jokowi masih menjabat, para pengkritiknya minta dia "mundur saja, tidak usah ikut campur lagi setelah lengser." Tapi ketika dia benar-benar pergi, mereka malah rindu untuk menyalahkannya. Inilah mungkin yang disebut post-Jokowi syndrome --- semacam kerinduan terpendam untuk tetap menggantungkan semua beban negara pada satu orang, bahkan setelah masa baktinya selesai.

Apakah Ini Bentuk Kekaguman Terselubung?

Mari kita tarik napas dan berpikir sejenak. Mengapa semua mata tetap mengarah ke Jokowi?

Mungkin ini bukan soal kebencian. Mungkin, ini bentuk pengakuan terselubung akan betapa besarnya pengaruh Jokowi selama dua periode memimpin. Ia telah menjadi benchmark politik, baik oleh pendukung maupun lawannya. Ibarat matahari yang sudah tenggelam, cahayanya masih memantul di cakrawala opini publik.

Filsuf Romawi, Marcus Aurelius, pernah berkata, "The opinion of 10,000 men is of no value if none of them know anything about the subject." Dalam konteks ini, ribuan komentar anti-Jokowi pun tak berarti jika tidak bisa menjelaskan mengapa Prabowo --- presiden aktif --- justru dilucuti tanggung jawabnya dan dialihkan ke orang yang sudah pensiun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun