Data Kemendiknas tahun 2024 mencatat bahwa dari sekitar 300.000 satuan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, lebih dari 40% adalah sekolah swasta. Mereka mendidik jutaan siswa dari Sabang hingga Merauke. Di banyak wilayah, sekolah swasta menjadi satu-satunya harapan ketika sekolah negeri belum hadir.
Sebagian dari sekolah swasta ini dikelola oleh yayasan keagamaan, masyarakat adat, hingga komunitas lokal yang berdedikasi tinggi namun minim subsidi. Sering kali mereka justru menerima siswa dengan kondisi ekonomi lemah, dengan biaya operasional yang pas-pasan.
Maka, ketika kebijakan pemerintah mendadak membanjiri sekolah negeri dengan rombel berisi 50 siswa per kelas, dampaknya langsung terasa. Sekolah swasta kehilangan murid, guru mereka kehilangan penghasilan, dan dalam jangka panjang bisa mematikan keberlangsungan pendidikan alternatif yang sudah lebih dulu eksis.
Rombel 50 Siswa: Kuantitas Menggerus Kualitas?
Selain persoalan persaingan, substansi utama dari gugatan ini sebenarnya menyasar pada kualitas pembelajaran.
Penelitian oleh UNESCO menyebutkan bahwa idealnya rasio guru dan murid adalah 1:25 untuk pendidikan dasar dan menengah. Di atas angka itu, efektivitas pembelajaran menurun drastis. Dengan rombel berisi 50 siswa, guru akan kesulitan memberikan perhatian individual, menilai secara adil, dan menciptakan suasana belajar yang interaktif.
Pemerintah boleh saja berdalih bahwa dengan 50 siswa per kelas, lebih banyak anak bisa bersekolah. Tapi siapa yang menjamin bahwa mereka belajar dengan baik di kelas yang padat seperti angkutan umum di jam pulang kerja?
"Pendidikan bukan soal mengisi ember, tetapi menyalakan api." --- William Butler Yeats
Jika kelas terlalu penuh, apakah api itu akan menyala, atau justru padam sebelum sempat membara?
MK Sudah Tegaskan: Sekolah Swasta Juga Wajib Didukung
Yang tak kalah penting, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa pendidikan gratis juga berlaku bagi sekolah swasta, terutama bagi siswa dari keluarga miskin. Negara berkewajiban memberikan subsidi dan dukungan yang proporsional kepada sekolah swasta sebagai bentuk keadilan dan pemerataan akses pendidikan.