Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dedi Mulyadi Digugat Sekolah Swasta Karena Rombel 50 Siswa: Kebijakan Pro-rakyat atau Pukul Rata?

6 Agustus 2025   19:17 Diperbarui: 7 Agustus 2025   12:36 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dedi Mulyadi (Suara.com)

"Negara hadir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan menciptakan konflik antar lembaga pendidikan."--- Refleksi atas kisruh antara pemerintah dan sekolah swasta di Jawa Barat.
---
Ketika kebijakan pemerintah dimaksudkan untuk memberi solusi, namun menimbulkan reaksi keras dari masyarakat, khususnya dari para pemangku kepentingan pendidikan, patutlah kita bertanya: apakah niat baik cukup bila tak disertai kebijaksanaan?

Inilah yang tengah terjadi di Jawa Barat. Dedi Mulyadi, tokoh populer dan penggagas kebijakan pendidikan yang cukup berani, kembali menjadi sorotan. Kali ini, ia digugat oleh perwakilan sekolah swasta terkait kebijakan membuka ruang belajar di sekolah negeri hingga 50 siswa per rombongan belajar (rombel). Sebuah langkah yang diklaim sebagai wujud dari "kewajiban negara" untuk memastikan setiap anak bisa bersekolah tanpa terbebani biaya mahal.

Namun, seperti pisau bermata dua, kebijakan ini menimbulkan luka. Bukan hanya pada sekolah swasta yang kehilangan murid, tapi juga pada kualitas proses belajar-mengajar yang terancam karena rombongan belajar yang membengkak.

Dedi Mulyadi (Suara.com)
Dedi Mulyadi (Suara.com)

Dedi Mulyadi: Berani, tapi Kurang Bijak?

Dalam pernyataannya, Dedi Mulyadi merasa digugat karena menjalankan kewajiban negara untuk mendidik. Ia bahkan menyindir sekolah swasta yang, menurutnya, merasa terancam karena tak lagi bisa 'berjualan' mahal. Ia menegaskan bahwa pendidikan adalah hak warga negara dan pemerintah wajib hadir menyediakan layanan gratis atau terjangkau.

Logika ini tentu tak salah, bahkan sejalan dengan amanat konstitusi. Namun yang menjadi sorotan adalah narasi dan pendekatannya: menyederhanakan persoalan pendidikan menjadi sekadar angka rombel dan menyalahkan sekolah swasta atas kegagalan mereka bersaing.

Padahal, sekolah swasta---terutama di wilayah pedesaan dan daerah tertinggal---telah lama hadir sebagai penyelamat ketika negara belum mampu membangun sekolah negeri. Mereka adalah mitra pembangunan pendidikan, bukan pesaing yang harus disingkirkan.

"Jika kita ingin melangkah cepat, berjalanlah sendiri. Jika ingin melangkah jauh, berjalanlah bersama."
--- Pepatah Afrika yang seharusnya menjadi inspirasi dalam merumuskan kebijakan publik.

Sekolah Swasta: Pilar Penting Pendidikan Nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun