Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menulis Ulang Sejarah Bukan Pepesan Kosong: Menyoal Pernyataan Fadli Zon

27 Mei 2025   07:32 Diperbarui: 27 Mei 2025   07:32 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fadli Zon Menteri Kebudayaan (detik.com)

1. Jerman: Mengakui, Mengoreksi, dan Mendidik

Setelah kejatuhan Nazi, Jerman menjalani proses yang disebut Vergangenheitsbewältigung—sebuah upaya kolektif untuk menghadapi masa lalu secara kritis. Pemerintah Jerman tidak hanya mengakui keterlibatan negaranya dalam Holocaust, tapi juga mendirikan museum, memorial, dan kurikulum pendidikan yang terbuka terhadap fakta-fakta kelam tersebut.

Penting dicatat, penulisan ulang sejarah Jerman dilakukan melalui riset independen, melibatkan universitas, sejarawan, komunitas Yahudi, dan lembaga hak asasi manusia. Bahkan, menyangkal Holocaust di Jerman adalah tindakan pidana. Ini menunjukkan bahwa kebenaran sejarah tidak boleh dinegosiasikan oleh kekuasaan.

2. Afrika Selatan: Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Pasca-apartheid, Afrika Selatan membentuk Truth and Reconciliation Commission (TRC) yang diketuai oleh Uskup Desmond Tutu. Komisi ini bukan hanya mengumpulkan kesaksian dari para korban dan pelaku kekerasan rasial, tapi juga menciptakan ruang kolektif bagi rakyat Afrika Selatan untuk menyusun sejarah baru yang inklusif.

TRC membuka seluruh prosesnya ke publik, termasuk siaran langsung di televisi, sehingga masyarakat dapat terlibat dan menyaksikan sendiri bagaimana sejarah dibangun bukan dari narasi penguasa, tetapi dari pengakuan, permintaan maaf, dan penyembuhan bersama.

3. Korea Selatan: Pengakuan atas Tragedi Gwangju

Tragedi Gwangju 1980, di mana ribuan mahasiswa dibantai oleh militer saat menuntut demokrasi, sempat disembunyikan selama bertahun-tahun. Namun pada era demokratis, pemerintah Korea Selatan membuka kembali dokumen sejarah tersebut, menyusun ulang kurikulum, dan memberikan kompensasi serta pengakuan resmi kepada para korban. Proses ini dilakukan bersama akademisi dan keluarga korban, bukan semata-mata oleh negara.

Sejarah Adalah Cermin Bangsa

Dalam filsafat, sejarah disebut sebagai "cermin bagi bangsa". Bila kita menulis sejarah dengan kaca buram atau menyembunyikan noda masa lalu, kita tidak akan pernah benar-benar melihat siapa diri kita sebenarnya. Menulis ulang sejarah memang perlu, tetapi bukan dengan membungkam kritik, apalagi meremehkannya.

Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan seharusnya berdiri paling depan dalam membuka ruang diskusi, bukan menutupnya. Sejarah bukan untuk disusun di ruang tertutup dan diputuskan oleh segelintir elite. Ia harus dibentuk oleh perdebatan, diverifikasi oleh data, dan disepakati oleh publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun