Apa yang Sebenarnya Sedang Ditulis Ulang?
Hingga kini, pemerintah belum menjelaskan secara rinci konten dan tujuan dari penulisan ulang sejarah ini. Apakah ini soal G30S? Apakah menyangkut Orde Lama, Orde Baru, atau era Reformasi? Atau justru ingin merekonstruksi narasi sejarah yang lebih luas? Tanpa transparansi, publik wajar curiga bahwa ada agenda terselubung.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Arsip Nasional RI sebenarnya memiliki banyak data sejarah yang dapat diakses publik. Namun jika aktor utama dalam proyek ini adalah tokoh-tokoh politik yang memiliki konflik kepentingan, bukan komunitas sejarawan independen, maka upaya ini patut dipertanyakan.
Bagaimana Seharusnya Melibatkan Publik?
Jika pemerintah serius ingin menjadikan ini sebagai sejarah milik bersama, pelibatan publik bukan sekadar formalitas. Pemerintah harus:
1. Membentuk Komite Sejarah Independen: Isinya akademisi lintas kampus, sejarawan, budayawan, dan perwakilan masyarakat sipil.
2. Membuka Draf untuk Umpan Balik Publik: Transparansi draf akan membuka ruang dialog dan memperkaya isi buku.
3. Melakukan Konsultasi Regional: Mendengarkan suara lokal dan narasi sejarah dari daerah-daerah yang selama ini terpinggirkan.
4. Memastikan Akses terhadap Sumber Sejarah: Arsip-arsip yang sebelumnya tertutup harus dibuka untuk publik dan peneliti.
5. Menjamin Kebebasan Akademik: Pemerintah tidak boleh mengkriminalisasi sejarawan atau narasi yang berbeda.
Belajar dari Negara Lain: Sejarah Bukan Proyek Elite
Sejumlah negara di dunia pernah menghadapi dilema sejarah yang mirip dengan Indonesia—yakni bagaimana menulis ulang sejarah dengan jujur, adil, dan partisipatif. Beberapa dari mereka telah memberikan contoh baik bagaimana sebuah bangsa bisa berdamai dengan masa lalunya tanpa mengubur luka atau memanipulasi kebenaran.