Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Roy Suryo Cs Mengadu ke Komnas HAM, Upaya yang Tepat?

22 Mei 2025   22:29 Diperbarui: 22 Mei 2025   22:29 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika penyelidikan resmi Kepolisian menyatakan bahwa ijazah mantan Presiden Joko Widodo adalah asli, gelombang tuduhan yang selama ini menyertai isu ini seharusnya perlahan mereda. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih menghentikan narasi yang telah dibantah oleh berbagai lembaga resmi seperti UGM, KPU, Mahkamah Konstitusi (MK), hingga akhirnya kepolisian, sejumlah pihak yang selama ini mendengungkan isu "ijazah palsu"---termasuk Roy Suryo---mengadu ke Komnas HAM.

Mereka mengklaim bahwa langkah hukum Jokowi terhadap mereka adalah bentuk ancaman terhadap hak asasi manusia (HAM), terutama hak untuk bertanya dan memperjuangkan kebenaran. Komnas HAM pun dilibatkan. Namun publik layak bertanya balik: benarkah ini bentuk pembelaan atas hak asasi? Ataukah justru bentuk pembelokan makna HAM itu sendiri?

Apa Itu HAM?

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang melekat pada setiap manusia, termasuk hak untuk berbicara, menyampaikan pendapat, dan mencari informasi. Namun, hak asasi bukanlah hak absolut. Setiap hak yang kita miliki datang bersama tanggung jawab dan batasan, terutama ketika hak tersebut berbenturan dengan hak orang lain.

Dalam konteks ini, Roy Suryo dan kawan-kawan menyatakan bahwa mereka hanya bertanya dan memperjuangkan kebenaran. Namun, faktanya tidak sesederhana itu. Tuduhan yang mereka sampaikan telah berlangsung cukup lama dan dilakukan berulang kali di ruang publik, bahkan setelah berbagai lembaga resmi memberikan penjelasan. Jika pertanyaan mereka berangkat dari niat tulus untuk mencari kejelasan, mengapa penjelasan resmi dari universitas, lembaga pemilu, hingga aparat penegak hukum tidak cukup?

Ketika narasi "ijazah palsu" tetap digencarkan tanpa bukti yang kuat dan tanpa menghormati klarifikasi institusi, tindakan itu tidak lagi bisa dikategorikan sebagai bentuk bertanya, tapi justru berpotensi masuk ke ranah fitnah dan penyebaran berita bohong.

Hak untuk Tidak Difitnah

Jokowi, sebagai warga negara dan mantan kepala negara, memiliki hak yang sama seperti warga lainnya: hak untuk dihormati martabat dan reputasinya. Ketika seseorang secara terbuka dituduh melakukan pemalsuan tanpa bukti sahih, maka hak yang dilanggar bukanlah milik si penuduh, tetapi si tertuduh.

Dalam konteks inilah, Jokowi melakukan pembelaan hukum. Bukan untuk membungkam kritik, tetapi untuk membela hak asasinya sendiri: hak untuk tidak difitnah.

Ironis, karena pihak-pihak yang menggugat ke Komnas HAM justru mengklaim diri mereka sebagai pakar---telematika, forensik digital, dan sebagainya. Namun di saat yang sama, mereka tidak menunjukkan pemahaman mendasar tentang hukum yang berlaku, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU tersebut secara eksplisit memang mengatur agar ada tanggung jawab dalam penggunaan media sosial dan internet---bukan sekadar ruang bebas untuk menyebarkan tuduhan tanpa dasar.

Komnas HAM: Panggung yang Tepat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun