Peringatan Hari Buruh Internasional 2025 mencatat sejarah. Untuk pertama kalinya sejak era Presiden Soekarno pada 1965, seorang Presiden Republik Indonesia hadir langsung dalam perayaan May Day. Presiden terpilih Prabowo Subianto muncul di tengah lautan buruh di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Rabu (1/5/2025), disambut tepuk tangan dan harapan besar.
Di bawah terik matahari, lebih dari 200.000 buruh dari seluruh Indonesia memadati kawasan Monas. Mereka membawa spanduk, nyanyian perjuangan, dan sederet tuntutan yang belum kunjung dipenuhi negara.
Bersama mereka, hadir pula tokoh penting dunia perburuhan, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Internasional (ITUC) Shoya Yoshida, yang menyebut peringatan ini sebagai "momen bersejarah" bagi demokrasi ketenagakerjaan Indonesia.
---
Janji-Jani Prabowo: Kemenangan Retorika atau Awal Reformasi?
Di atas podium, Prabowo melontarkan janji---banyak dan tegas. Antara lain, penghapusan sistem outsourcing, pendirian Dewan Nasional Ketenagakerjaan, dan dukungan terhadap pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) serta RUU Perampasan Aset.
"Saya tidak mau lagi dengar buruh kita dieksploitasi tanpa perlindungan," ujarnya disambut sorakan. Ia juga menyatakan siap mengangkat perwakilan buruh sebagai penasihat presiden, meninjau ulang pajak penghasilan buruh, bahkan mendorong Marsinah---aktivis buruh yang dibunuh pada 1993---menjadi Pahlawan Nasional.
Yang tak kalah menarik, Prabowo mengusulkan dialog antara 150 buruh dan 150 pengusaha. "Sudah waktunya kita duduk satu meja. Negara ini milik kita semua," katanya.
---
Euforia yang Tak Menyembunyikan Luka Lama
Namun, di balik semangat massa dan retorika hangat, luka buruh belum sembuh. Praktik PHK massal, sistem kerja kontrak, dan upah rendah masih menjadi kenyataan sehari-hari. Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) menyebut bahwa ancaman deindustrialisasi menjadi biang utama gelombang PHK belakangan ini.
Di sisi lain, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kembali menyoroti kondisi buruh media: upah rendah, status kerja tak jelas, hingga PHK sepihak. Nasib pekerja informal pun tak kalah mengenaskan---sering tak tersentuh perlindungan hukum dan jaminan sosial.
Tuntutan penghapusan Omnibus Law Cipta Kerja tetap lantang terdengar. Bagi buruh, undang-undang ini simbol ketidakadilan yang dilegalkan.
---
Pengawasan dan Konsistensi, Kunci dari Segala Janji
Janji bisa menenangkan, tapi implementasi adalah ujian sejati. Kehadiran Prabowo di tengah buruh memang langkah simbolis yang kuat, namun publik akan menilai konsistensinya dalam waktu dekat.
Peneliti senior dari Pusat Riset Politik BRIN, Lili Romli, menyebut bahwa langkah ini bisa membangun kepercayaan baru antara negara dan kelas pekerja. Namun, ia mengingatkan, "Tanpa perubahan konkret dalam kebijakan, ini hanya jadi panggung pencitraan belaka."
---
Momentum Langka yang Harus Dijaga
May Day 2025 bukan sekadar pesta tahunan. Ini momen langka: presiden hadir, buruh bersatu, dan dunia menyaksikan. Tapi harapan bukan barang murah. Ia harus ditebus dengan kebijakan nyata, keberpihakan tegas, dan keberanian melawan arus status quo.
Prabowo telah memulai sesuatu. Tapi apakah ini awal dari era baru keadilan sosial, atau sekadar babak baru dari cerita lama yang tak berubah?.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI