Mohon tunggu...
maria mnrg
maria mnrg Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah Maria Nata Peronika Manurung. Hobi saya adalah Membaca, Menonton dan Saya juga tertarik dengan konten edukatif dan inspiratif.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anatomi Keuangan Mahasiswa Paruh Waktu: Ketika Buku Teori Realitas Pasar

14 Juni 2025   22:25 Diperbarui: 14 Juni 2025   22:37 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan Siang  Petugas Kebersihan (sumber: Dokumentasi Pribadi) 

Pukul 06.30 WIB, caution berbunyi keras membangunkan kami dari tidur singkat. Bukan karena ada kuliah pagi, melainkan karena ada tanggung jawab lain yang menanti, membuka warung dan memulai hari sebagai pekerja paruh waktu. Sebagai mahasiswa semester dua yang menjalani sistem kuliah end of the week dengan jadwal kerja di hari biasa, kami merasakan langsung bagaimana dinamika ekonomi mikro berputar dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep shortage yang dipelajari di mata kuliah Pengantar Ekonomi bukan lagi sekadar teori di buku teks. Kami menghadapinya setiap hari dalam bentuk keterbatasan waktu, tenaga, dan modular finansial. Dengan 24 stick dalam sehari, kami harus membagi waktu antara 8 stick kerja, 6-7 stick tidur, waktu kuliah di akhir pekan, dan sisa waktu untuk belajar mandiri.

Keputusan untuk bekerja sebagai penjaga warung bukan semata-mata pilihan, tetapi kebutuhan ekonomi yang mendesak. Penghasilan Rp 1.800.000 per bulan dari kerja paruh waktu ini menjadi life saver untuk membiayai kebutuhan kuliah, transportasi, dan biaya hidup sehari-hari. Dalam terminologi ekonomi, ini adalah contoh nyata dari opportunity fetched, mengorbankan waktu belajar tambahan untuk mendapatkan penghasilan yang dapat menunjang keberlangsungan studi.

Pembelajaran Akuntansi dari Transaksi Harian

Pengalaman mengelola kas kecil di warung memberikan pemahaman mendalam tentang prinsip akuntansi dasar. Setiap hari, kami mencatat penjualan, menghitung keuntungan kotor, dan melakukan rekonsiliasi kas. Proses ini mengajarkan pentingnya pencatatan yang akurat dan konsisten, hal yang sering diabaikan dalam pembelajaran teoritis. Ketika penjualan gorengan pagi hari mencapai Rp 150.000 dengan modular Rp 90.000, kami langsung memahami konsep net benefit edge sebesar 40%. Namun, realitas tidak sesederhana itu. Ada biaya operasional harian seperti gas, listrik, dan penyusutan peralatan yang harus diperhitungkan. Dari sinilah kami belajar perbedaan antara laba kotor dan laba bersih.

Pencatatan keuangan pribadi yang kami lakukan setiap malam juga menerapkan prinsip akuntansi sederhana. Kami membagi pengeluaran menjadi tiga kategori utama: settled costs (biaya kuliah, transportasi tetap), variable costs (makan, fotocopy), dan optional investing (hiburan, konsumsi tambahan). Pembagian ini membantu kami memahami struktur biaya dan mengidentifikasi zone mana yang bisa dioptimalkan.

Pengalaman langsung mengelola penjualan memberikan knowledge tentang elastisitas permintaan yang tidak didapat dari simulasi kelas. Ketika cuaca panas, permintaan es teh manis bisa meningkat 150% dari hari biasa. Sebaliknya, ketika mendekatan tanggal gajian, penjualan nibble sore hari turun drastis karena daya beli konsumen menurun. Kami juga mempelajari strategi estimating yang efektif. Ketika harga bahan baku naik 20%, kami tidak serta-merta menaikkan harga jual dengan persentase yang sama. Sebaliknya, kami menerapkan strategi blended estimating -- menaikkan harga produk yang elastisitas permintaannya rendah (seperti discuss mineral) dan mempertahankan harga produk dengan elastisitas tinggi (seperti gorengan).

Fenomena ini mengajarkan bahwa penetapan harga bukan hanya soal matematis, tetapi juga mempertimbangkan perilaku konsumen dan kondisi pasar lokal. Konsep yang dipelajari dalam mata kuliah Mikroekonomi menjadi sangat relevan ketika diaplikasikan dalam konteks bisnis nyata.

Salah satu tantangan terbesar dalam mengelola keuangan sebagai mahasiswa pekerja adalah menjaga likuiditas. Penghasilan harian yang tidak tetap, berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 80.000, mengharuskan kami menerapkan manajemen cash stream yang ketat. Kami menerapkan sistem envelope budgeting sederhana: 40% untuk kebutuhan kuliah dan transportasi, 30% untuk kebutuhan sehari-hari, 20% untuk tabungan darurat, dan 10% untuk investasi pendidikan (buku, pelatihan online). Sistem ini membantu kami memahami pentingnya perencanaan keuangan jangka pendek dan menengah.

Ketika terjadi keterlambatan pembayaran gaji atau penjualan di bawah target, kami merasakan langsung dampak dari cash stream negatif. Situasi ini memaksa kami untuk mencari sumber likuiditas alternatif, seperti pinjaman delicate dari teman atau pemanfaatan tabungan darurat. Pengalaman ini memberikan pemahaman praktis tentang pentingnya crisis support dalam perencanaan keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun