Dalam konteks deep learning, seorang mentor berperan penting dalam membantu siswa mengaitkan pembelajaran di kelas dengan aspirasi pribadi mereka.
Misalnya, dalam mata pelajaran sejarah, seorang guru bisa berbagi pengalaman hidup atau kisah inspiratif dari tokoh-tokoh yang relevan dengan topik yang sedang dipelajari, sehingga siswa dapat lebih mengerti nilai-nilai yang ada di balik pelajaran yang mereka pelajari.
Mentoring berfungsi untuk membangun hubungan yang lebih dalam antara guru dan siswa. Sebagai contoh, dalam mentoring siswa yang tertarik di bidang sains, guru bisa memberikan bimbingan mengenai karir di bidang tersebut, sambil mengaitkan pembelajaran materi dengan penerapannya di dunia nyata. Hasilnya, siswa akan lebih terinspirasi dan merasa lebih terhubung dengan apa yang mereka pelajari (Johnson, 2018).
Selain itu, mentoring mendorong siswa untuk menetapkan tujuan pribadi dan belajar bagaimana mencapai tujuan tersebut.
Sebuah penelitian oleh Allen dan Eby (2019) menunjukkan bahwa hubungan mentoring yang positif memiliki dampak besar terhadap perkembangan pribadi siswa dan tingkat keberhasilan akademis mereka.
Mentoring memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dari pengalaman guru yang lebih berpengalaman dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri mereka.
4. Facilitating: Membangun Kemandirian dan Kolaborasi
Facilitating adalah proses di mana guru menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa menjadi pembelajar yang aktif dan mandiri (Brookfield, 2013). Guru yang berperan sebagai fasilitator menciptakan suasana yang memungkinkan siswa bekerja sama, berdiskusi, dan mengambil keputusan sendiri dalam proses pembelajaran mereka. Dalam proyek berbasis masalah (problem-based learning), misalnya, guru dapat memfasilitasi diskusi kelompok di mana siswa bekerja sama untuk memecahkan masalah terkait perubahan iklim. Guru tidak hanya memberi tahu, tetapi juga memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan solusi mereka sendiri.
Pendekatan ini mendukung siswa dalam berpikir secara kreatif dan menemukan solusi untuk masalah nyata. Sebuah penelitian oleh Boud (2020) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis kolaborasi meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pengambilan keputusan siswa, serta memperkuat hubungan antar siswa. Dalam hal ini, guru bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi interaksi, sementara siswa diberi kebebasan untuk berkolaborasi dan berpikir kritis.
Facilitating juga memberikan siswa kemampuan untuk belajar secara mandiri. Sebuah studi oleh Nair (2021) menunjukkan bahwa pendekatan facilitating meningkatkan keterampilan metakognitif siswa, seperti kemampuan untuk memantau dan mengevaluasi pemahaman mereka sendiri. Guru yang efektif dalam memfasilitasi pembelajaran dapat membantu siswa untuk menemukan jawaban dan solusi dengan lebih percaya diri, mengembangkan kemandirian dalam proses belajar mereka.
Kesimpulan: Kurikulum atau Guru, Mana yang Lebih Penting?