Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Rahmatullah Safrai

Founder Sekumpul EduCreative dan Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

PLTU Suralaya 9-10 Klaim Zero Emission, Nyatanya Warga Tersedak Fly Ash

11 Oktober 2025   06:05 Diperbarui: 11 Oktober 2025   00:36 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan PLTU Suralaya 9-10 (Foto Pram) 

PT Indo Raya Tenaga (IRT) dengan bangga memperkenalkan PLTU Jawa 9 & 10 di Suralaya, Cilegon, sebagai pembangkit listrik batu bara paling modern di Asia Tenggara. 

Dengan teknologi Ultra Super Critical (USC) berkapasitas 2 x 1.000 MW, proyek strategis nasional ini diklaim mampu menghasilkan listrik lebih efisien dengan emisi lebih rendah.

Namun, di balik klaim hijau dan deretan istilah teknologi itu, langit di sekitar PLTU Suralaya justru kerap merasakan debu batu bara. 

Siang hari, angin dari arah laut membawa butiran debu halus yang beterbangan dari tempat penampungan fly ash dan bottom ash (FABA).

Warga di Link Kebon Pisang, Pulomerak, menutup pintu rapat-rapat ketika abu baru abra atau fly ash mulai beterbangan, menyelimuti rumah, hingga halaman sekolah. 

Klaim ramah lingkungan itu seakan runtuh di depan mata mereka yang tiap hari menyapu debu hitam di teras rumah sendiri.

"Debunya pekat sekali, apalagi kalau panas terik," kata Irsyad, warga yang sudah bertahun-tahun tinggal di kawasan itu.  Setiap kali angin datang, abu halus dari arah PLTU kembali melayang, menempel di pakaian, di udara, bahkan mungkin masuk kedalam paru-paru.

Seperti pada 3 September 2025, kepulan fly ash dari area penampungan FABA PLTU Suralaya Unit 9--10 terlihat jelas berterbangan di atas pemukiman warga. Letaknya hanya dibatasi dinding besar yang terlalu dekat dengan rumah penduduk.

Ketika dikonfirmasi, Indra, Humas PLTU, mengakui adanya "kesalahan teknis" dan menjanjikan penyemprotan air menggunakan fog cannon. 

Namun bagi warga, solusi itu tak lebih dari tambalan sementara. "Kalau penyimpanan FABA tidak dikelola benar, kebocoran seperti ini bisa terulang," ujar Irsyad.

Dari sinilah kontras besar itu tampak jelas. Di satu sisi, listrik dari Suralaya mengalir ke seluruh Pulau Jawa, menerangi kawasan industri, perkantoran, mall dan perumahan. 

Di sisi lain, masyarakat kecil di lingkaran terdekat PLTU hidup di bawah hujan abu yang perlahan menggerogoti kualitas udara dan kesehatan.

Kisah ini membuka kembali pertanyaan lama yang belum terjawab, sejauh mana ambisi "energi bersih" benar-benar berpihak pada manusia? 

Transisi energi seharusnya tidak berhenti pada klaim efisiensi dan emisi rendah di atas kertas. Ia harus memastikan keadilan ekologis bagi mereka yang tinggal paling dekat dengan sumber energi itu sendiri.

PLTU Suralaya Unit 9--10 semestinya bukan hanya membuktikan kemampuan teknologi, tapi juga tanggung jawab sosialnya. 

Fly Ash yang beterbangan ke rumah warga adalah peringatan keras bahwa modernitas tanpa perlindungan manusia hanyalah pembangunan yang timpang.

Warga Pulomerak berhak atas udara bersih, sebagaimana kota-kota besar berhak atas listrik yang terang. Transisi energi sejatinya bukan hanya tentang teknologi rendah emisi, tetapi juga tentang keadilan bagi manusia yang hidup di bawah langit yang sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun