Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Rahmatullah Safrai

Founder Sekumpul EduCreative dan Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Wali Murid Khawatir Sekolah Terpapar Fly Ash PLTU Suralaya 9-10

30 September 2025   12:30 Diperbarui: 30 September 2025   12:30 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolah yang bersebelahan dengan tembok penyimpanan FABA Batu Bara (foto kang Irsyad) 

Langit Pulomerak sering kali tampak buram. Bukan karena kabut pagi, melainkan debu keabuan yang beterbangan dari PLTU Suralaya Unit 9-10. Debu halus itu datang dari kolam besar penyimpanan fly ash, sisa hasil pembakaran batu bara yang setiap hari menumpuk di belakang tembok raksasa.

Saat angin kencang berhembus, debu itu terangkat tinggi, melayang melewati rumah-rumah warga, hingga dikhawatirkan sampai masuk ke ruang kelas sekolah dasar dan madrasah yang berdiri hanya beberapa meter dari lokasi penyimpanan.

Seorang warga Lingkungan Pulorida dengan semangat bercerita keluh kesah di acara Diskusi Budaya #4 dengan tema "Menjaga Kearifan Budaya di Hadapan Kerusakan Ekosistem" di Cafe Luang Persona pada malam Jumat, 26 September 2025.

"Debu-debu itu terbang tinggi keluar kolam besar. Menimpa rumah-rumah, hingga merambah ke sekolah," katanya.

Ia bukan sekadar mengeluh, melainkan menyuarakan rasa cemas yang telah lama dipendam. Kekhawatiran itu terutama ditujukan pada anak-anak mereka yang belajar di sekolah yang dekat tempat penyimpanan limbah batu bara, kemudian menghirup udara yang entah sudah tercemar seberapa parah.

Selama bertahun-tahun, warga merasa buta informasi. Tidak ada laporan terbuka tentang kualitas udara, tidak ada transparansi dari perusahaan, dan tak ada perhatian serius dari pemerintah setempat.

Warga yang telah lama tinggal hanya mengandalkan hidung, paru-paru, dan tubuh mereka sendiri sebagai indikator. Saat batuk-batuk makin sering terdengar, saat napas terasa sesak, mereka tahu ada yang tidak beres.

"Kita yang lahir dan besar di sini merasakan kualitas udara semakin buruk. Tidak ada kompensasi dari perusahaan. Apalagi dukungan kesehatan dari pemerintah daerah," ujarnya.

Keluhan itu seolah menegaskan betapa hak untuk hidup di lingkungan sehat sudah lama hilang dari genggaman mereka.

Pihak perusahaan, dalam hal ini PT Indonesia Raya Tagana yang mengelola proyek PLTU Suralaya Unit 9-10, sulit dimintai keterangan. Upaya konfirmasi melalui pesan singkat yang dikirim ke Pak Indra hanya berujung pada tanda centang tanpa balasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun