Prinsip ini menegaskan: harta haram tidak boleh beredar di tengah umat. Negara berhak merampasnya demi menjaga hifdzul mal (perlindungan harta) dan menegakkan keadilan sosial.
Belajar dari Kasus Nyata
Indonesia punya catatan pahit. Kasus Djoko Tjandra memperlihatkan betapa sulitnya negara mengejar aset korupsi yang sudah dipindahkan ke luar negeri. Kasus BLBI juga jadi bukti, bagaimana triliunan rupiah kerugian negara masih samar nasibnya, sementara aset obligor dan debitur tak kunjung jelas.
Tanpa perangkat hukum yang tegas, negara selalu tertinggal satu langkah dari para penjarahnya. Publik pun bertanya: sampai kapan kita hanya jadi penonton atas hilangnya kekayaan negara?
Penutup: Keberanian yang Ditunggu
RUU Perampasan Aset adalah peluang besar untuk menutup celah hukum yang selama ini dimanfaatkan koruptor. Namun jalan menuju pengesahan penuh rintangan: tarik-menarik kepentingan, perdebatan HAM, risiko penyalahgunaan, hingga pengelolaan aset pasca-penyitaan.
Hukum Islam telah lama memberi teladan bahwa harta haram wajib dirampas demi kemaslahatan umat. Kini, ujian kita adalah keberanian politik: apakah negara memilih melindungi segelintir elit, atau berpihak pada rakyat yang setiap hari menanggung beban korupsi?
Publik menunggu jawaban itu. Sebab korupsi adalah kejahatan luar biasa, dan untuk melawannya, bangsa ini butuh senjata hukum yang luar biasa pula.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI