Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kalau Mau Mengabdi, Ya Jangan Minta Digaji

1 September 2025   10:00 Diperbarui: 3 September 2025   12:55 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya baru saja baca tulisan Tere Liye. Dan sumpah, kali ini saya angkat topi. Isinya: pejabat publik itu harusnya nggak usah digaji. Lah, betul juga kan?

Coba lihat sejarah. Nabi Muhammad ï·º jadi kepala negara nggak digaji. Para khalifah setelah beliau pun nggak digaji. Gubernur, wali kota, bupati zaman itu juga nggak digaji. Kalau ada yang miskin, ya dikasih tunjangan secukupnya buat makan sama biaya operasional. Jadi jelas: jabatan publik itu pengabdian, bukan lowongan kerja bergaji tinggi.

Realita Pejabat Kita

Nah, bandingkan dengan Indonesia tercinta ini. Pejabat publik kita bukan cuma digaji, tapi double job. Duduk manis jadi komisaris BUMN atau BUMD. Dapat gaji bulanan, dapat tunjangan, dapat tantiem miliaran rupiah.

Kerjanya apa? Ya paling rapat sebulan sekali. Kadang rapat pun titip absen. Nggak ada kerja teknis, tapi fasilitasnya kelas sultan. Dari mobil dinas, rumah dinas, kartu kredit dinas. Sampai rakyat bingung: ini pejabat mau mengabdi atau mau jadi crazy rich?

Ada Teladan di Sekitar Kita

Nah, inilah poin menarik dari tulisan Tere Liye. Ia tidak pernah menyebut nama organisasi itu, dan ia sendiri menegaskan: dia bukan anggota organisasi tersebut.

Saya pun sama. Bukan anggota. Hanya saja sejak kecil hingga kini saya belajar dan bergaul akrab dengan banyak orang di dalamnya, sehingga mudah menebak organisasi yang dimaksud. Apalagi di kolom komentar tulisan Tere Liye, banyak juga yang langsung menyebut nama organisasi itu dengan gamblang.

Organisasi ini punya aset tembus Rp450 triliun, ribuan sekolah, kampus, rumah sakit. Tapi elit pengurusnya? Tidak digaji.

Yang digaji itu dosen, rektor, guru, dokter, karyawan. Tapi begitu naik ke level pengurus pusat dan daerah, justru nol gaji. Mereka malah keluarin duit, tenaga, dan pikiran buat organisasi.


Dan apakah gara-gara nggak digaji lalu korupsinya jadi menggila? Nggak tuh. Nyaris nggak terdengar. Budaya kritisnya malah sehat. Kalau ada honor kelewat gede, internalnya bisa ngerasani bareng-bareng. Transparan. Asik, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun